Uang tersebut digunakan sebagai uang komando atau operasional Korps Lalu Lintas (Korlantas) dan keperluan pribadi Djoko Susilo. Jika uang dari rekanan habis, Djoko memerintah Legimo untuk meminjam uang kepada Primer Koperasi Kepolisian (Primkoppol) yang diketuai Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan.
Legimo mengatakan hal itu ketika bersaksi dalam sidang perkara dugaan korupsi pengadaan simulator berkendara untuk ujian surat izin mengemudi dengan terdakwa Djoko Susilo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (31/5). Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Suhartoyo.
Legimo mengatakan, uang rekanan yang pernah dia terima, antara lain, berasal dari PT
Sebelumnya, pada Maret 2012, yang menurut jaksa penuntut umum terjadi setelah pencairan proyek simulator berkendara, Legimo mengaku menerima empat kardus besar berisi uang dari Budi. ”Kardus-kardusnya lebih besar dibandingkan yang bulan April,” kata Legimo.
Legimo juga pernah disuruh Djoko mengambil uang dari PT Pura di Kudus, Jawa Tengah, perusahaan rekanan yang mencetak kertas bukti kepemilikan kendaraan bermotor. Nilainya sekitar Rp 3 miliar dan Rp 3,5 miliar setiap pengambilan. Legimo pernah mengambil tiga kali.
”Saya setiap akan terima dana dipanggil Pak Kakor (Kepala Korlantas Djoko Susilo). Beliau sampaikan dengan bahasa guyon, ’Dul, nanti ada titipan, disimpan dulu ya, jangan diutak-atik’,” kata Legimo.
Setelah uang tersebut habis untuk keperluan Kepala Korlantas, ia biasa diperintah untuk meminjam ke Primkoppol.
”Ada pinjaman Rp 12 miliar ke Primkoppol, itu sebagai apa?” tanya hakim anggota, Anwar.
Legimo menjawab, itu sebagai pinjaman komando Korlantas. Legimo mengatakan, uang non-APBN yang digunakan untuk operasional Korlantas dicatat dalam pembukuan ”buku khusus” yang berbeda dengan pembukuan uang APBN. ”Saya bukukan, beliau (terdakwa) selalu kontrol. Saya bukukan sebagai bukunya Kakor,” ujarnya.