Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pancasila dan Ide Persatuan

Kompas.com - 01/06/2013, 02:54 WIB

Sri-Edi Swasono

Moga-moga pada tanggal 1 Juni 2013 Presiden SBY bertindak sebagai advokator Pancasila dan menegaskan Pancasila sebagai Dasar Negara. Sekarang Pancasila terasa benar diabaikan.

Tulisan yang menjadi cover story berjudul ”Indonesia in 2045: A Centennial Journey of Progress, ditulis oleh Presiden SBY pada Agustus 2011, seharusnya monumental. Namun, tulisan itu sama sekali tidak menyebutkan Pancasila satu kali pun. Faktanya, menteri-menteri di sekitar Presiden ada yang berasal dari partai yang menolak Pancasila.

Lebih nyata dari itu, Presiden SBY banyak mengangkat menteri, yang oleh kalangan nasionalis dinilai sebagai kelompok neoliberalis. Mengangkat menteri adalah hak prerogatif Presiden, tetapi hak prerogatif tentu saja harus dijunjung tinggi sebagai kemuliaan kepemimpinan bijak, yang harus digunakan dengan hati-hati. Hak prerogatif Presiden bukanlah exorbitanterecht-nya Gouverneur General Hindia-Belanda.

Reduksi Pancasila

Pereduksian Pancasila sebagai dasar negara hanya menjadi salah satu pilar dalam berbangsa dan bernegara baru-baru ini, harusnya hikmah bagi kita untuk beranjak dari sikap acuh tak acuh terhadap Pancasila.

Kilas balik bulan Juli 1993, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wardiman Djojonegoro menegaskan posisinya sebagai penganut dan advokator Pancasila. Ia menegaskan, ”Mengingat betapa besar arti dan manfaat Penataran P4 bagi mahasiswa baru sebagai tuntunan dan pegangan hidup, serta penanaman sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan nilai budaya bangsa Indonesia, saya minta agar kegiatan tersebut diselenggarakan sebaik-baiknya. Para dosen penatar saya harapkan benar-benar menyiapkan diri dengan materi maupun keyakinan yang kokoh.”

Menteri P dan K ini tentu melaksanakan kebijaksanaan Presiden Soeharto, sekaligus karena ia yakin akan Pancasila. Banyak yang mengkritik Presiden Soeharto tentang Penataran P4 sehingga sering disebut sebagai Pancasila ala Soeharto atau ala diktator Orde Baru dan seterusnya. Namun, para pengkritik tidak mampu menjabarkan dan menyebarkan Pancasila ala apa pun, termasuk ala pandangan mereka, dan tidak mampu pula menyampaikan saran yang bersifat korektif-konstruktif.

Pancasila sebagai dasar negara telah menjadi idiom. Inilah barangkali yang masih tersisa di benak masyarakat sebelum tergerus habis dan terlupakan selama 15 tahun Reformasi, yang berubah menjadi Deformasi.

Pancasila adalah dasar negara. Pancasila bukan wahana, tetapi ruh yang harus tetap hidup. Tanpa Pancasila, Indonesia tidak ada. Di atas Pancasila sebagai dasar negara, berdirilah pilar-pilar berbangsa dan bernegara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com