Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ajarkan Gotong Royong

Kompas.com - 31/05/2013, 02:36 WIB

Banjarbaru, Kompas - Menjelang peringatan kelahiran Pancasila pada 1 Juni besok, Wakil Presiden Boediono mengingatkan, jika diperas, kelima sila dalam Pancasila memiliki satu asas, yakni asas gotong royong. Namun, asas ini dinilainya kian terimpit pada era sekarang.

”Saya ingin mengingatkan apa yang dikatakan Bung Karno, penggali Pancasila, bahwa kelima sila itu kalau diperas menjadi satu, maka yang kita dapati adalah asas gotong royong,” kata Boediono, Kamis (30/5), di Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Boediono mengatakan hal itu ketika memberikan sambutan pada peringatan Bulan Bakti Gotong Royong Masyarakat X dan Hari Kesatuan Gerak PKK Ke-41 Tingkat Nasional. Ny Herawati Boediono dan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi hadir dalam acara itu.

Menurut Boediono, gotong royong adalah semangat kebersamaan sosial khas Indonesia dan merupakan roh bangsa. ”Gotong royong menjadi bagian dari jati diri kita dan wajib kita lestarikan,” ujarnya.

Namun, dia mengakui, tidak mudah melestarikan semangat gotong royong di tengah-tengah kehidupan yang makin individualistis dan kompetitif. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menyelenggarakan Bulan Bakti Gotong Royong, di mana masyarakat melakukan kegiatan di lingkungan mereka secara bergotong royong. Namun, lanjutnya, kelestarian semangat gotong royong sangat tergantung pada keberhasilan menanamkan semangat ini kepada generasi muda.

Praktik nyata

Boediono pun menyatakan bahwa sistem pengajaran di sekolah, bahkan prasekolah, harus mengajarkan semangat gotong royong kepada siswa. ”Semangat gotong royong harus diajarkan melalui praktik nyata, bukan wacana, melalui kegiatan-kegiatan yang bernuansa kerja sama baik di dalam kelas maupun di luar kelas, misalnya kegiatan kepramukaan,” katanya.

Dalam konteks memberi bekal bagi kaum muda secara berkelanjutan, menurut dia, kurikulum perlu disempurnakan.

Ketua Presidium Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) Muliawan Margadana mengatakan, pendidikan nilai kebangsaan dan Pancasila secara sistematis, terutama kepada generasi muda, diharapkan dapat mengembalikan nilai-nilai kebangsaan yang mulai ditinggalkan. Dia menyebutkan, paling tidak ada tiga nilai kebangsaan yang makin meluntur dalam kehidupan masyarakat, yaitu toleransi, kekeluargaan, dan gotong royong.

”Gotong royong sekarang lebih diwujudkan dalam bentuk politisasi jabatan bersama keluarga, pembagian kekuasaan bersama, dan korupsi bersama,” ujarnya dalam peringatan Dies Natalis Ke-55 ISKA, Kamis malam.

Direktur Eksekutif Maarif Institute Fajar Riza Ul Haq dalam kesempatan itu juga menyatakan, toleransi dan kebinekaan Indonesia mengalami polarisasi yang cukup tajam. Hal itu ditandai dengan munculnya sektarianisme, kekerasan komunal berlatar belakang agama, dan bahkan konflik sesama agama.

Peringatan Dies Natalis ISKA itu juga dihadiri Guruh Soekarnoputra. (ato/why/K10)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com