Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Zulkarnaen Djabar Divonis 15 Tahun Penjara

Kompas.com - 30/05/2013, 20:29 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat, Zulkarnen Djabar, divonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider 1 bulan kurungan karena dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan laboratorium dan penggandaan Al Quran 2011-2012 di Kementerian Agama. Zulkarnaen dianggap melakukan perbuatan korupsi itu bersama-sama dengan putranya, Dendy Prasetya, yang divonis 8 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider 1 bulan kurungan.

“Menyatakan terdakwa I Zulkarnaen Djabar dan terdakwa II Dendy Prasetya telah terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan tindak pidana korupsi bersama-sama yang merupakan gabungan beberapa perbuatan sebagaimana dalam dakwaan primer,” kata Ketua Majelis Hakim Afiantara membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (30/5/2013).

Dakwaan primer memuat Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 Ke-1 KUHP.

Putusan yang dijatuhkan majelis hakim untuk Zulkarnaen ini lebih tinggi dibandingkan tuntutan tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebelumnya, jaksa menuntut Zulkarnaen dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, subsider 5 bulan kurungan. Untuk Dendy, majelis hakim menjatuhkan putusan lebih ringan satu tahun dibanding tuntutan jaksa, yakni 9 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan.

Selain hukuman penjara, majelis hakim penjatuhkan pidana tambahan berupa penggantian uang negara. Zulkarnaen dan Dendy diwajibkan mengganti uang negara yang mereka korupsi masing-masing Rp 5,7 miliar. “Dengan ketentuan apabila terdakwa I (Zulkarnaen) dan terdakwa II (Dendy) tidak membayarkan dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta benda disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang tersebut,” kata hakim Afiantara.

Namun, jika harta bendanya tidak mencukupi, lanjutnya, Zulkarnaen dan Dendy akan ditambah hukuman penjaranya selama dua tahun. Mendengarkan putusan ini dibacakan, Zulkarnaen tampak terkejut. Politikus Partai Golkar itu terlihat menggenggam tangan putranya, Dendy, yang duduk di sampingnya dalam ruang persidangan.

Intervensi pejabat Kemenag

Menurut majelis hakim, Zulkarnaen bersama-sama dengan Dendy dan Ketua Generasi Muda Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong Fahd El Fouz telah mengintervensi pejabat Kementerian Agama (Kemenag) untuk memenangkan PT Batu Karya Mas sebagai pelaksana proyek pengadaan laboratorium komputer madrasah tsanawiyah tahun anggaran 2011.

Atas jasanya membantu pemenangan PT Batu Karya Mas ini, Zulkarnaen menerima hadiah berupa uang Rp 4,7 miliar. “Terdakwa I (Zulkarnaen) bersama-sama terdakwa II (Dendy) dan Fadh El Fouz telah menerima hadiah berupa uang yang ditransfer senilai Rp 4,7 miliar dari Abdul Kadir Alydrus, rekanan yang mewakili PT Batu Karya Mas yang merupakan commitment fee atas pemenangan PT Batu Karya Mas,” kata hakim anggota majelis hakim Hendra Yosfin. Adapun Fahd merupakan terpidana kasus korupsi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) yang menjadi saksi dalam perkara ini.

Selain itu, menurut majelis hakim, Zulkarnaen terbukti bersama-sama Dendy dan Fahd kembali mengintervensi pejabat Kemenag untuk memenangkan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I) dalam tender proyek penggandaan Al Quran tahun anggaran 2011 di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. Modus yang sama juga dilakukan untuk memenangkan PT Sinergi Pustaka Indonesia dalam tender proyek penggandaan Al Quran tahun anggaran 2012.

Dari proyek Al Quran 2011 dan 2012 ini, Zulkarnaen mendapatkan imbalan senilai Rp 9,2 miliar. Menurut hakim, Zulkarnaen juga mendapatkan hadiah uang Rp 400 juta karena telah berhasil memperjuangkan dan menyetujui anggaran APBN P 2011 untuk Kemenag. Saat itu Zulkarnaen adalah anggota badan anggaran DPR.

Dengan demikian, menurut hakim, total uang yang diperoleh Zulkarnaen dan Dendy mencapai Rp 14,3 miliar. “Apa yang dilakukan terdakwa I (Zulkarnaen) bertentangan dengan kewajibannya selaku anggota DPR RI,” ucap hakim Hendra Yosfin.

Mencederai umat

Dalam menjatuhkan vonis, majelis hakim Tipikor mempertimbangkan sejumlah hal meringankan dan memberatkan. Salah satu hal yang memberatkan Zulkarnaen dan Dendy, perbuatannya dianggap mencederai perasaan umat Islam karena berkaitan dengan pengadaan Al Quran sehingga dianggap dapat menghambat keimanan.

“Perbuatan terdakwa I dan II juga tidak mendukung program pemerintah yang giat-giatnya memberantas tindak pidana korupsi, telah merenggut hak sosial dan hak ekonomi masyarakat karena anggaran tidak sepenuhnya digunakan, mencederai institusi DPR dan Kemenag,” ujar hakim Afiantara.

Sementara hal yang meringankan, kedua terdakwa dianggap sopan selama persidangan, masih memiliki tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum sebelumnya. Atas putusan ini, baik Zulkarnaen maupun Dendy akan mengajukan banding. Keduanya menyatakan tidak dapat menerima putusan majelis hakim tersebut.

“Secara tegas saya katakan tidak menerima, tidak sependapat, dan saya nyatakan banding,” kata Zulkarnaen. Sementara tim jaksa penuntut umum KPK menyatakan akan pikir-pikir apakah banding atau tidak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

    Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

    Nasional
    Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

    Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

    Nasional
    Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

    Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

    Nasional
    Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

    Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

    Nasional
    Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

    Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

    Nasional
    Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

    Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

    Nasional
    Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

    Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

    Nasional
    Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

    Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

    Nasional
    JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

    JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

    Nasional
    Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

    Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

    Nasional
    Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

    Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

    Nasional
    DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

    DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

    Nasional
    Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

    Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

    Nasional
    Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

    Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

    Nasional
    Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

    Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com