Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antara Demokrasi dan Kebebasan

Kompas.com - 27/05/2013, 02:41 WIB

Demokrasi dan kebebasan sering diasumsikan sebagai dua hal dalam satu paket. Mendapatkan demokrasi pasti mendapatkan pula kebebasan. Di sisi lain, kebebasan pun hanya bisa diperoleh jika ada demokrasi. Namun, benarkah demokrasi dan kebebasan merupakan satu paket?

Kolumnis Fareed Zakaria menilai, demokrasi tak selalu menjamin kebebasan. Sebuah rezim teokrasi, misalnya, bisa saja berkuasa di sebuah negara karena mereka berhasil memenangi pemilu. Melulu berlandaskan pada dalil ajaran agama, rezim semacam ini pun memerintah dengan membatasi hak-hak dasar warga negara. Demokrasi ternyata menghasilkan ketidakbebasan.

Bahaya yang mengancam dari sistem demokrasi juga disinggung anggota National Endowment for Democracy, Jean Bethke Elshtain. Ia menyebutkan, selalu ada kemungkinan kelompok atau suatu gerakan yang memanfaatkan proses demokrasi, seperti pemilu, untuk meraih kemenangan elektoral, lalu membunuh proses demokrasi yang sebelumnya mengantarnya berkuasa. Demokrasi bisa dijadikan sarana untuk membunuh dirinya sendiri.

Fenomena demokrasi yang semu semacam itu cukup banyak terjadi. Dalam bukunya, The Future of Freedom, Fareed menulis, di sejumlah wilayah, seperti Asia Tengah, pemilu justru membantu melanggengkan kediktatoran. Bahkan, menurut dia, seandainya pemilu yang merupakan simbol demokratisasi diadakan di kawasan Arab, kekuasaan barangkali akan dipegang oleh rezim yang intoleran, anti-Barat, dan anti-Yahudi, jauh berbeda dengan karakter kediktatoran yang berkuasa di negara-negara itu sebelumnya.

Pertanyaannya, mengapa demokrasi di sejumlah negara Barat tampak menjamin kebebasan individu, sedangkan demokrasi di belahan dunia lain tampak malah mendorong munculnya kekuatan yang intoleran?

Fareed berargumen, di negara-negara Barat, tradisi kebebasan sudah tumbuh berurat-berakar jauh sebelum mereka menerapkan pemilu dan prosedur demokratis.

Kebebasan, atau disebut oleh Fareed sebagai liberalisme konstitusional, merujuk pada tradisi Barat yang berupaya menjamin individu lepas dari tekanan pemerintah, agama, dan masyarakat. Liberalisme konstitusional berkembang di Eropa Barat dan Amerika Serikat sebagai perwujudan perjuangan menjamin hak individu untuk hidup, memiliki kekayaan, memeluk agama apa pun, dan berbicara.

Didukung lewat seperangkat hukum dan aturan, kebebasan individu semacam itu berkembang di dunia Barat sejak abad ke-13, jauh sebelum prosedur pemilu dikenal. Karena itu, ketika demokrasi diterapkan negara-negara Barat, nilai-nilai liberalisme konstitusional sudah menjadi bagian tak terpisahkan dalam sistem hukum mereka.

Kondisi berbeda dialami negara-negara di wilayah lain. Ketika demokratisasi dimulai, liberalisme konstitusional belum matang, bahkan mungkin belum ada. Jangan kaget jika kemudian proses demokrasi, seperti pemilu atau pembuatan regulasi di parlemen nasional dan daerah, malah menghasilkan ketidakbebasan, seperti membatasi aktivitas perempuan. Demokrasi dan kebebasan tidak sejalan.

Situasi ini menjadi tantangan bagi Indonesia. Demokrasi politik Indonesia diapresiasi dunia. Mereka yakin, apa yang terjadi di Indonesia adalah bukti demokrasi bisa diterapkan di mana saja, di kebudayaan apa pun.

Namun, siapa pun paham, demokrasi tak menjamin kebebasan. Masih perlu usaha keras membangun tradisi kebebasan, tradisi di antara semua warga, yang diwujudkan dalam aturan serta penegakan hukum yang tegas, bahwa setiap orang bebas berbicara, bebas memeluk agama, dan bebas beribadah. (A Tomy Trinugroho)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com