JAKARTA, KOMPAS.com — Selain masalah tindak pidana, Aiptu Labora Sitorus juga diperiksa terkait dugaan melanggar kode etik dan disiplin di institusi Polri. Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri masih menyelidiki dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota Polres Raja Ampat itu.
"Itu juga menjadi fokus tim bidang Propam. Dalam penyelidikan ini, di samping aspek pidana, ada masalah kode etik dan disiplin. Jadi, semuanya akan berjalan simultan," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Bigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar di Gedung NTMC Korlantas Polri, Jakarta, Selasa (21/5/2013).
Boy mengatakan, hal itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Polri. Salah satunya pada Pasal 5 disebutkan anggota Polri dilarang bekerja sama dengan pihak internal maupun eksternal dengan maksud menguntungkan pribadi dan menimbulkan kerugian bagi negara. Anggota Polri dilarang menjadi perantara dalam suatu kegiatan usaha yang berada di lingkungan kantornya atau tempat dia bertugas.
Anggota Polri juga tidak boleh menjadi pemegang saham atau pemodal aktivitas bisnis di tempatnya bertugas. "Termasuk illegal logging, mining, fishing, korupsi, itu kejahatan terhadap kekayaan negara," terang Boy.
Sementara itu, Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Sutarman mengatakan, Kapolres Raja Ampat seharusnya mengetahui kegiatan anak buahnya dalam hal pengawasan. "Itulah tanggung jawab sebagai seorang pemimpin untuk mengendalikan anak buahnya," terang Sutarman.
Labora telah dijadikan tersangka kasus dugaan penimbunan BBM oleh PT Seno Adi Wijaya dan pembalakan liar kayu oleh PT Rotua di Papua. Dia juga tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Labora sempat digelandang ke Bareskrim Mabes Polri setelah mengadu ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Sabtu (18/5/2013).
Penangkapan Labora terjadi sekitar pukul 20.15 di depan Gedung Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian yang bersebelahan dengan Gedung Kompolnas. Pada Senin (20/5/2013) Labora dipindahkan ke Polda Papua untuk pemeriksaan lebih lanjut. Kasus Labora berawal dari adanya laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait rekening mencurigakan yang disebut senilai Rp 1,5 triliun milik Labora. Laporan yang dikirim oleh PPATK merupakan akumulasi transaksi Labora dari tahun 2007 hingga 2012.
Setelah ada laporan tersebut, kepolisian menyelidiki keterkaitan Labora pada kasus penimbunan BBM dan penyelundupan kayu yang telah ditangani Polda Papua sejak Maret 2013. Bisnis itu rupanya berkaitan dengan rekening Labora. Secara terpisah, Labora mengakui memiliki usaha di bidang migas dan kayu. Namun, menurut dia, bisnis itu legal. PT Rotua yang bergerak di bidang kayu dan PT Seno Adi Wijaya yang bergerak di bidang migas dibeli oleh istri Labora sekitar 10 tahun lalu.
Jajaran direksi perusahaan itu ditempati oleh orang-orang dari dalam keluarga besarnya. Istri Labora menjadi komisaris, adik iparnya menjadi direktur, dan kepemilikan saham dibagi juga kepada dua anaknya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.