Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendaratan Senyap Marinir

Kompas.com - 20/05/2013, 02:23 WIB

Laut di Pantai Kedo, Lawata, Bima, Nusa Tenggara Barat, tampak tenang. Jam sudah menunjukkan pukul 01.50 Wita, Jumat (17/5). Dua perenang perintis dengan baju kamuflase telah mencapai pantai. Dalam diam, mereka berenang lebih dari 400 meter. Semakin jauh perahu karet, semakin senyap bunyi yang mereka timbulkan.

Dalam skenario Latihan Gabungan TNI 2013, Marinir ditugaskan merebut kembali pelabuhan dan depo minyak Pertamina Bima yang dikuasai pasukan Gerakan Bersenjata Nusa Merdeka. Untuk itu, beberapa hari sebelumya, 14 intai amfibi diterjunkan secara rahasia. Mereka yang melakukan infiltrasi untuk mengetahui kekuatan lawan serta kondisi alam, termasuk pantai paling ideal untuk mendarat bagi 270 orang yang tergabung dalam pasukan Marinir. ”Pendaratan ini harus senyap, tapi yang paling penting itu efek pendadakan,” kata Komandan Korps Marinir Mayjen (Mar) Faridz Washington.

Para infiltran harus bisa menemukan tempat pendaratan yang tidak bisa diduga musuh. Dalam perang sesungguhnya, seperti Perang Malvinas tahun 1982 di Kepulauan Falkland (Malvinas), biasanya pendaratan dilakukan di pantai dengan kondisi medan paling berat.

Dua perenang perintis itu bertemu dengan intai amfibi. Setelah dikonfirmasi keadaan terakhir musuh, pasukan yang bersiaga di tengah laut diberi sinyal. Kalau masih jauh dari bibir pantai, Marinir bisa menggunakan motor yang ditutupi karung basah agar tidak bersuara. Namun, semakin dekat, tindakan harus semakin senyap. Perahu karet didayung dengan kekuatan penuh agar kayuhan panjang. Agar tidak menimbulkan kecipak air, dayung tidak pernah diangkat.

Salah satu syarat pendaratan khusus adalah air pasang agar perahu karet tidak kandas. Keadaan paling kritis bagi para Marinir, kalau mereka ditembaki dari berbagai arah saat berada di laut, sementara di mana musuh berada tidak diketahui.

Begitu menjejakkan kaki ke darat, yang pertama harus dilakukan adalah menyembunyikan perahu karet. Dalam operasi yang dipimpin Komandan Batalyon Infanteri Marinir-7 Brigif 3 Marinir TNI AL Letkol (Mar) Agus Setya Warman ini digunakan 21 perahu karet. Ada beberapa saat yang diperlukan agar mata mereka beradaptasi dalam gelap. Dalam operasi senyap, banyak yang harus diatur. Namun, situasi sepi dalam latihan ini tidak tercapai dengan adanya kafe dangdut yang suaranya terdengar jelas dari tempat Marinir.

Padahal, dalam operasi senyap, cara berhitung pun tanpa suara, yaitu dengan menepuk pundak, dan berjalan berbaris satu per satu. Kaki dilangkahkan perlahan agar tidak sampai menimbulkan bunyi selirih apa pun, seperti suara ranting patah. Kalau sampai mendadak bertemu orang atau lampu, ada teknik kamuflase khusus. ”Mereka jalan sangat lambat. Jalan 2 kilometer butuh lebih dari dua jam,” kata Faridz.

Berbeda dengan pendaratan Marinir yang senyap, pendaratan operasi Lintas Udara (Linud) bersifat gempita dan masif. Sebanyak 421 prajurit dari Yonif Linud 330 yang yang dipimpin Letkol (Inf) Andy Gunawa diterjunkan di daerah Woha, Bima. Misi mereka adalah melumpuhkan beberapa sasaran, termasuk Bandara Salahuddin, Bima.

Sebelum penerjunan, daerah itu dibersihkan menggunakan 12 bom MK58 yang dibawa tiga pesawat Super Tucano. Di atas Super Tucano ini ada dua Sukhoi dengan senjata udara ke udara. Selain untuk membersihkan area penerjunan, bombardir ini juga untuk menjatuhkan moril lawan.

Namun, dalam latihan itu, seusai bombardir oleh Super Tucano, penerjunan ditunda sehari karena awan sangat tebal. Kepala Staf Umum TNI Marsdya TNI Boy Syahril Qamar selaku Direktur Latihan Gabungan TNI mengatakan, penundaan ini untuk alasan keamanan. (Edna C Pattisina)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com