JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Polres Raja Ampat, Papua, Aiptu Labora Sitorus, yang disinyalir memiliki rekening sebesar Rp 1,5 triliun, merasa keberatan dengan status tersangka yang ditetapkan kepadanya. Ia merasa semua yang dituduhkan tak beralasan karena semua kekayaannya didapatkan dari usaha legal.
"Saya keberatan dijadikan tersangka. Saya sebenarnya bingung kenapa saya dijerat menimbun bahan bakar minyak (BBM) dan ilegal logging," kata Labora dalam jumpa pers di Harmoni, Jakarta Pusat, Jumat (17/5/2013).
Saat ini, Labora telah menjadi tersangka kasus penimbunan BBM di Sorong melalui perusahaan bernama PT Seno Adi Wijaya dan penyelundupan kayu dengan perusahaan PT Rotua. Labora secara tegas membantah pelanggaran itu.
Labora menjelaskan, salah satu bukti legalitas dari usaha yang ia jalankan adalah adanya dana pinjaman atau izin kredit dari Bank Mandiri. Menurutnya, tidak mungkin sebuah bank memberikan pinjaman hingga miliaran rupiah jika perusahaan yang mengajukan tak memiliki status jelas. Di luar itu, ia juga tak habis pikir dengan status tersangka yang diberikan Polda Papua kepadanya karena PT Rotua tidak beroperasi di tengah hutan sehingga jauh dari praktik pembalakan liar.
Mengenai penimbunan BBM, hal tersebut juga dibantahnya. "Lah, gimana? Kan ada (Bank) Mandiri, tandanya legal. Saya keberatan dijadikan tersangka," ujarnya.
Sebelumnya, kuasa hukum Labora, Azet Hutabarat, meminta polisi memeriksa harta kekayaan kliennya dengan saksama. Azet menilai, sumber kekayaan anggota Polres Raja Ampat, Papua, yang diduga memiliki rekening hingga triliunan rupiah itu dapat dipertanggungjawabkan.
Azet menjelaskan, sumber kekayaan Labora berasal dari dua perusahaan, yakni PT Rotua yang bergerak di bidang kayu dan PT Seno Adi Wijaya di bidang migas. Kedua perusahaan itu berada di Papua dan dibeli oleh istri Labora tak lebih dari sepuluh tahun lalu. Awalnya, istri Labora menjalankan usaha dengan membuka toko kelontong. Keuntungan dari usaha itu kemudian digunakan untuk mengembangkan sekaligus merambah usaha di bidang lain.
Setelah keuntungan terkumpul, barulah istri Labora membeli PT Rotua dan PT Seno Adi Wijaya yang saat itu nilainya mencapai miliaran rupiah. Kepemilikan dua perusahaan itu menjadi milik istri Aiptu Labora. Adapun jajaran direksi ditempati oleh orang-orang dari dalam keluarga besarnya. Istri Labora menjadi komisaris, adik iparnya menjadi direktur, dan kepemilikan saham dibagi juga ke dua anaknya. Seluruh transaksi keuangan kedua perusahaan itu menggunakan rekening atas nama Labora.
Kasus ini mencuat saat Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan transaksi keuangan mencurigakan yang menyangkut Labora kepada Polri. Laporan PPATK merupakan akumulasi transaksi keuangan dari 2007 sampai 2012 senilai miliaran hingga triliunan rupiah.
Kasus bisnis BBM dan kayu ini pun sebelumnya telah diselidiki pada Maret 2013 oleh Polda Papua. Saat itu, telah disita 1.500 batang kayu dan lima kapal bermuatan BBM. Setelah rekening itu mencuat, Polda Papua melakukan penyidikan mendalam terhadap dugaan bisnis ilegal tersebut.
Atas laporan PPATK itu, kepolisian melakukan pengecekan terhadap kasus dugaan bisnis BBM dan kayu ilegal di Sorong. Ternyata, transaksi bisnis itu terkait dengan rekening Labora. Labora diduga terkait dengan sekitar 60 perusahaan lain yang saat ini masih ditelusuri, termasuk penelusuran dugaan tindak pidana pencucian uang dari transaksi mencurigakan oleh Labora.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.