Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Bisa Juga Pidanakan Oknum PKS

Kompas.com - 14/05/2013, 18:13 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa memidanakan oknum Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang terindikasi menghalang-halangi upaya penyitaan enam mobil dari kantor DPP PKS beberapa waktu lalu.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengatakan, jika KPK yakin oknum PKS telah menghalang-halangi proses penyitaan tersebut, KPK bisa menjerat mereka dengan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang menghalang-halangi penyelidikan, penyidikan, ataupun proses pemeriksaan di pengadilan.

"Mereka menggunakan Pasal 21 terhadap mereka yang menghalang-halangi proses penyitaan, apalagi belakangan terjadi pembohongan publik. Mereka seolah-olah paling benar dengan mengatakan tidak ada surat penyitaan, padahal ada," ujar Donal saat dihubungi, Selasa (14/5/2013).

Menurut Donal, KPK bisa menjerat oknum PKS yang dianggap menghalang-halangi penyitaan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Oknum yang bisa dijerat, menurut Donal, adalah mereka yang berada di lapangan saat proses penyitaan ataupun mereka yang diketahui memerintahkan agar menghalang-halangi penyidik KPK menyita keenam mobil tersebut.

"Penyidik KPK tahu siapa saja yang menghalangi secara langsung atau tidak. Bisa dilihat siapa saja yang berada di lapangan saat itu dan siapa yang memberikan perintah untuk merintangi," ungkapnya.

Sebelumnya, penyidik KPK gagal menyita beberapa mobil di kantor DPP PKS yang diduga terkait dengan kasus dugaan pencucian uang yang melibatkan mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq.

Menurut KPK, petugas keamanan PKS dan organisasi massanya menghalangi upaya tersebut, dan akhirnya KPK hanya menyegel mobil-mobil itu.

Sebaliknya, PKS membantah menghalangi upaya KPK menyita mobil-mobil itu. Menurut mereka, yang terjadi adalah para penyidik tak membawa surat perintah penyitaan.

Sebagai tindak lanjutnya, PKS melaporkan Juru Bicara KPK Johan Budi ke kepolisian. Menurut Pengacara PKS, Faudjan Muslim, Johan dinilai telah menyampaikan pernyataan yang tidak benar bahwa PKS menghalang-halangi petugas KPK melakukan penyitaan mobil.

Semula PKS juga berniat melaporkan 10 penyidik KPK ke kepolisian, tetapi urung karena mengaku masih mengumpulkan bukti-bukti.

Menurut Donal, laporan PKS ini akan mengganggu kerja KPK. Selain itu, langkah PKS tersebut dinilainya akan menjadi preseden buruk dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Di mana jika ada upaya paksa yang tidak menyenangkan orang, apalagi yang disita berkaitan dengan aset, bahkan jadi preseden buruk manakala ada upaya paksa yang tidak disenangi orang, lalu melakukan upaya kriminalisasi pejabat negara yang dilindungi undang-undang," ujarnya.

Donal juga menilai Johan tidak dapat dipidana terkait pernyataannya sepanjang dia bicara dalam kapasitas mewakili institusi KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

    Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

    Nasional
    Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

    Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

    Nasional
    Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

    Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

    Nasional
    Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

    Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

    Nasional
    Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

    Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

    Nasional
    Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

    Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

    Nasional
    JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

    JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

    Nasional
    Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

    Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

    Nasional
    Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

    Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

    Nasional
    DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

    DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

    Nasional
    Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

    Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

    Nasional
    Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

    Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

    Nasional
    Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

    Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

    Nasional
    Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

    Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

    Nasional
    Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

    Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com