”Tahun 2012, ditangkap 89 teroris dengan 9 orang tewas tertembak. Di Amerika, tempo hari, pelaku pemboman di Boston langsung ditembak mati kedua-duanya,” kata Ansyaad Mbai dalam dialog Ormas-Ormas Islam dalam Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sabtu (11/5), di Jakarta.
Di Yaman, kata Ansyaad, dua warga negara Indonesia (WNI) bahkan tewas tertembak oleh serangan rudal. ”Bayangkan, Pemerintah Yaman menyerang dengan rudal ke sarang Al Qaeda. Kebetulan, WNI itu sedang di kawasan Al Qaeda,” kata dia.
”Pemerintah Perancis bahkan mengerahkan 30 unit pesawat tempur untuk menggempur kelompok teroris di Mali. Sementara itu, Pemerintah Arab Saudi bahkan tembak-tembakan di Mekkah,” ujar Ansyaad.
Menurut Ansyaad, di Indonesia masih lebih baik karena penanganannya oleh kepolisian. ”Kita sadar bila militer tidak boleh berhadapan dengan warga negaranya sendiri. Karena itu, dibentuk Densus (Detasemen Khusus) 88 setelah bom Bali. Saya tekankan pula, kerja Densus 88 itu profesional,” kata dia.
Direktur Proyek Asia Tenggara International Crisis Group (ICG) Jim Della Giacoma, secara terpisah, juga memuji upaya pemberantasan terorisme di Indonesia yang mengedepankan peran polisi. Terorisme dinilai bagian dari tindakan kriminal.
”Idealnya, polisi menggunakan senjata yang tidak mematikan sehingga terduga teroris dapat dilumpuhkan untuk membuka jaringan mereka lebih luas,” katanya.
Hal senada dikatakan Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Parahyangan Bandung Bob S Hadiwinata. Dia mengharapkan, aksi Densus 88
tetap mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. ”Sebaiknya mereka (terduga teroris) tidak dibunuh,” katanya, di Bandung.
Sepekan terakhir, di sejumlah wilayah di Indonesia, Densus 88 menangkap 13 orang terduga teroris dan 7 terduga teroris lainnya tewas setelah terlibat baku tembak dengan polisi.
Meski mengapresiasi kinerja Densus 88, Susaningtyas Nefo Kertopati dari Komisi I DPR Bidang Pertahanan menilai, Densus 88 harus dikritisi agar bekerja secara koordinatif dengan badan- badan intelijen yang lain.
Menurut Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Noorhaidi Hasan dan Sekretaris Moderate Muslim Society Hasibullah Satrawi, secara terpisah di Jakarta, akhir pekan lalu, pemerintah harus lebih serius melibatkan semua elemen masyarakat, termasuk organisasi-organisasi keagamaan, dalam menanggulangi terorisme.