Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Utang-utang KPK kepada Rakyat

Kompas.com - 11/05/2013, 10:35 WIB
Khaerudin

Penulis

KOMPAS.com - Beberapa kali Komisi Pemberantasan Korupsi melewati ujian besar ketika lembaga antirasuah ini menghadapi berbagai ancaman pelemahan. Saat pimpinan KPK dikriminalisasi, masyarakat kompak berada di belakang KPK. Sampai saat ini rakyat masih menaruh harapan besar pada KPK untuk mewujudkan Indonesia yang bersih dari korupsi.

Hasil jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas, Senin (1/4), menunjukkan, 85,1 persen responden memandang citra KPK adalah baik. Dukungan besar itu adalah piutang yang diberikan rakyat agar KPK tak kenal kompromi.

Di sisi lain, sampai saat ini KPK tercatat sebagai lembaga penegak hukum yang memiliki catatan conviction rate hingga 100 persen. KPK tak pernah gagal membawa tersangka korupsi hingga dihukum di pengadilan.

Sayangnya, catatan conviction rate hingga 100 persen KPK ini tak diikuti dengan kesempurnaan mereka dalam menuntaskan kasus-kasus korupsi. Masih banyak kasus korupsi yang belum tuntas 100 persen. Kasus-kasus tersebut menjadi utang-utang KPK kepada rakyat Indonesia.

Ada beberapa kasus yang sudah selesai ditangani dan terdakwanya telah dijatuhi vonis berkekuatan hukum tetap, tetapi tetap mengganjal karena ”otak”- nya belum terungkap. Dalam kasus suap cek perjalanan terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI), KPK, misalnya, berhasil menyeret hampir semua penerima suap yang merupakan anggota DPR periode 1999-2004.

KPK juga berhasil membuktikan mantan DGS BI Miranda Swaray Goeltom sebagai pemberi suap bersama istri mantan Wakapolri Komjen (Purn) Adang Daradjatun, Nunun Nurbaeti. Namun, dari siapa uang suap yang diberikan Miranda dan Nunun, itu masih tanda tanya.

Dalam kasus pengadaan kereta rel listrik bekas dari Jepang, KPK hanya mampu menyeret mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan Soemino Eko Saputro. Kasus ini berhenti pada Soemino. Di sidang, jaksa KPK berulang kali menyebut peran Menteri Perhubungan.

Dalam kasus yang hampir sama, suap Rp 1,5 miliar terkait dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah tertinggal di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, KPK juga hanya mampu menyeret pejabat setingkat kepala biro, Dadong Irbarelawan serta Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Nyoman Suisnaya. Dalam persidangan terungkap uang suap Rp 1,5 miliar diberikan untuk tunjangan hari raya Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. KPK kasasi, tetapi sampai sekarang belum jelas putusan kasasinya.

Publik juga kecele ketika KPK seperti berhenti pada satu anggota Badan Anggaran DPR dari Fraksi PAN, Wa Ode Nurhayati, dalam kasus dugaan korupsi pembahasan dana penyesuaian infrastruktur daerah (DPID). Padahal, di persidangan terungkap, ada beberapa anggota Badan Anggaran DPR yang berperan dalam membahas jatah DPID ke beberapa daerah.

Pada kasus yang lain, KPK yang secara resmi mengambil alih kasus dugaan suap pejabat Pertamina oleh perusahaan asal Inggris, Innospec, terkait impor bensin bertimbal, hingga kini juga tak jelas. Padahal, kasus ini sudah ditangani sejak 2010.

Kasus korupsi terkait PLTU Tarahan dengan tersangka anggota DPR dari Fraksi PDI-P, Izedrik Emir Moeis, hingga kini belum sekali pun diperiksa.

Peneliti hukum Indonesia Corruption Watch, Febri Diansyah, mengatakan, masyarakat memang perlu mengingatkan KPK agar tetap menggunakan strategi ”besar dan tuntas”. ”Artinya, penanganan kasus-kasus besar itu harus tuntas dan tidak memakan waktu lama,” ujarnya.

Di tengah semua kewenangannya yang luar biasa itu, KPK memang memiliki keterbatasan. Tingginya ekspektasi masyarakat terhadap KPK membuat lembaga ini kebanjiran pengaduan. Semua kasus korupsi seolah harus ditangani KPK, padahal ada lembaga penegak hukum lain, kepolisian dan kejaksaan. KPK memiliki keterbatasan sumber daya manusia, seperti diakui Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Saat ini saja jumlah penyidik 75 orang, tak sebanding dengan jumlah kasus yang harus ditangani.

Namun, apa pun keterbatasan KPK, rakyat sebenarnya enggan mengetahuinya. Bagi rakyat, harapan satu-satunya agar Indonesia bersih ada di pundak KPK.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal 'Amicus Curiae' Megawati, Ganjar: Momentum agar MK Tak Buat April Mop

Soal "Amicus Curiae" Megawati, Ganjar: Momentum agar MK Tak Buat April Mop

Nasional
Ke Teuku Umar, Ganjar Jelaskan Alasannya Baru Silaturahmi dengan Megawati

Ke Teuku Umar, Ganjar Jelaskan Alasannya Baru Silaturahmi dengan Megawati

Nasional
Ganjar Tak Persoalkan Kehadiran Mardiono di Acara Halal Bihalal Golkar

Ganjar Tak Persoalkan Kehadiran Mardiono di Acara Halal Bihalal Golkar

Nasional
KPK Akan Ladeni Argumen Eks Karutan yang Singgung Kemenangan Praperadilan Eddy Hiariej

KPK Akan Ladeni Argumen Eks Karutan yang Singgung Kemenangan Praperadilan Eddy Hiariej

Nasional
Menlu Retno Beri Penjelasan soal Tekanan agar Indonesia Normalisasi Hubungan dengan Israel

Menlu Retno Beri Penjelasan soal Tekanan agar Indonesia Normalisasi Hubungan dengan Israel

Nasional
'One Way', 'Contraflow', dan Ganjil Genap di Tol Trans Jawa Sudah Ditiadakan

"One Way", "Contraflow", dan Ganjil Genap di Tol Trans Jawa Sudah Ditiadakan

Nasional
Kakorlantas Minta Maaf jika Ada Antrean dan Keterlambatan Selama Arus Mudik dan Balik Lebaran 2024

Kakorlantas Minta Maaf jika Ada Antrean dan Keterlambatan Selama Arus Mudik dan Balik Lebaran 2024

Nasional
KPK Sebut Tak Wajar Lonjakan Nilai LHKPN Bupati Manggarai Jadi Rp 29 Miliar dalam Setahun

KPK Sebut Tak Wajar Lonjakan Nilai LHKPN Bupati Manggarai Jadi Rp 29 Miliar dalam Setahun

Nasional
Serahkan Kesimpulan ke MK, KPU Bawa Bukti Tambahan Formulir Kejadian Khusus Se-Indonesia

Serahkan Kesimpulan ke MK, KPU Bawa Bukti Tambahan Formulir Kejadian Khusus Se-Indonesia

Nasional
Tim Hukum Anies-Muhaimin Serahkan 35 Bukti Tambahan ke MK

Tim Hukum Anies-Muhaimin Serahkan 35 Bukti Tambahan ke MK

Nasional
PPP Siap Gabung, Demokrat Serahkan Keputusan ke Prabowo

PPP Siap Gabung, Demokrat Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
PDI-P Jaring Nama Potensial untuk Pilkada DKI 2024, yang Berminat Boleh Daftar

PDI-P Jaring Nama Potensial untuk Pilkada DKI 2024, yang Berminat Boleh Daftar

Nasional
Hasto Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Bukan untuk Intervensi MK

Hasto Sebut "Amicus Curiae" Megawati Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Nasional
Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com