Jakarta, Kompas
Edison dihadirkan untuk terdakwa Widodo, Team Leader Sumatera Light North PT Chevron Kabupaten Duri, Riau. Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (6/5), dipimpin Ketua Majelis Hakim Sudharmawatiningsih.
Dampaknya, sidang yang seharusnya mendengarkan keterangan ahli bioremediasi itu akhirnya tak bisa berjalan karena ahli jelas berpihak kepada kejaksaan. Setiap pertanyaan yang diajukan penasihat hukum Widodo selalu dijawab tidak tahu atau lupa.
Majelis hakim membiarkan pemandangan seperti ini berlangsung berlarut-larut. Sikap Sudharmawatiningsih ini pernah diprotes oleh terdakwa lain karena terkesan membiarkan kejanggalan tersebut terjadi.
”Metode apa yang Anda gunakan untuk bioremediasi?” tanya penasihat hukum Widodo, Dasril Affandi, terkait dengan pelaksanaan proyek bioremediasi di Babelan yang pernah dilakukan Edison. ”Wah, itu rahasia, nanti dicontoh kalau diungkapkan,” jawab Edison ketus.
Penasihat hukum juga menanyakan apakah perusahaan pelaksana bioremediasi di Babelan tersebut mengantongi izin. Namun, jaksa penuntut umum keberatan dengan pertanyaan tersebut.
”Ini demi terangnya kasus. Untuk mengetahui kualifikasi ahli ini seperti apa. Orang dijadikan ahli bukan sembarangan, harus punya latar belakang pendidikan dan pengalaman,” kata Dasril emosi.
Penasihat hukum kemudian bertanya, sebagai ahli, dalam melakukan pekerjaan, kaidah apa yang dipatuhi? Apakah, misalnya, berdasarkan pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 tentang bioremediasi. ”Yang saya patuhi kesepakatan, tak hanya Kepmen 128. Saya kerjakan sesuai order,” jawab Edison.
Ketua Majelis Hakim Sudharmawatiningsih menyela, acuannya apa, apakah teori, doktrin-doktrin, atau peraturan-peraturan. ”Peraturan di Indonesia tidak mengikat saya sebagai ahli,” kata Edison.