Jakarta, Kompas
”Hal itu bisa dinilai sebagai dukungan terhadap gerakan separatisme di Indonesia, juga bisa berimplikasi pada rusaknya hubungan diplomatik,” ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera itu, Minggu (5/5). Mahfudz juga menilai, pembukaan kantor perwakilan Organisasi Papua Merdeka (OPM) merupakan akibat lambannya Pemerintah Indonesia mencari solusi komprehensif dan tuntas soal Papua.
Sementara itu, anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Eva Kusuma Sundari, justru berpendapat, Indonesia tidak perlu gusar dengan manuver politisi Inggris dan Wali Kota Oxford yang mendukung upaya memerdekakan Papua. Berbeda dengan Timor Timur (kini Timor Leste), Papua tidak pernah menjadi agenda di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa karena, menurut hukum internasional, Papua adalah wilayah sah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Menurut Eva, satu-satunya alasan menggugat Papua dari NKRI adalah tudingan pelanggaran HAM dan genosida.
Menurut Eva, terwujudnya Papua damai dan sejahtera amat tergantung pada pelaksanaan konsep otonomi khusus plus oleh perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pengertian plus termasuk dialog dengan elemen pro-kemerdekaan. ”PDI-P amat yakin Indonesia mampu menyelenggarakan dialog bagi penyelesaian politik tanpa keterlibatan asing, seperti di Aceh,” ujarnya.
Eva juga menekankan, Indonesia harus membuktikan solusi politik Papua dapat dicapai secara inklusif dan demokratis, matang, dan cerdas untuk membungkam manuver-manuver dari dalam dan luar negeri guna melepas Papua dari NKRI.