Saya baru dengar dari media, belum terima putusan itu secara resmi. Saya sampaikan ke kesatuan saya bahwa saya sangat hormati dan taati putusan kasasi ini. Saya wajib hormati hukum, apalagi putusan pengadilan. Kalau saya tidak mengaku salah dan tidak menerima putusan itu, tentu ada perlawanan di peninjauan kembali. (Susno Duadji)
Inilah kutipan wawancara Susno Duadji dengan wartawan dari Kompas Online, Desember akhir tahun lalu.
Namun, kenyataannya Susno mangkir sepanjang tiga kali surat pemanggilan eksekusi dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Puncaknya, Susno melawan saat dieksekusi paksa tim gabungan Kejaksaan Agung, Rabu (24/4).
Tim eksekutor pulang dengan tangan kosong. Harapan membawa sang mantan Kabareskrim yang terkenal dengan ucapan kontroversial, ”cicak kok melawan buaya”, menjadi pupus.
Susno kini menghilang dan ditetapkan sebagai buron.
Terbukti korupsi
Perlawanan Susno adalah pembangkangan terhadap putusan pengadilan. Secara materiil, Susno terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi di semua tingkat peradilan: tingkat pertama hingga kasasi di Mahkamah Agung.
Ia tidak bisa berkelit dari dakwaan jaksa karena terbukti korupsi dalam kasus PT Salmah Arwana Lestari dan dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008. Susno pun divonis 3 tahun dan 6 bulan penjara.
Namun, Susno mencari kelemahan putusan pengadilan. Aspek formil putusan disasar karena tidak mencantumkan perintah penahanan (Pasal 197 Ayat 1 Huruf k KUHAP). Inilah alibi penolakan Susno bersama kuasa hukumnya.
Harus dipahami tafsir Susno dan pengacaranya tidak bisa membatalkan putusan pengadilan. Yang bisa membatalkan hanyalah putusan pengadilan lain yang lebih tinggi sesuai asas res judicata pro veritate habetur.
Silat hukum
Korps Adhyaksa seharusnya tidak perlu gamang mengeksekusi. Argumentasi Susno adalah tafsir orang yang enggan menjalani hukuman dan sebaliknya kejaksaan setidaknya memiliki tiga dasar kuat untuk menjebloskan Susno ke balik jeruji.
Pertama, putusan Mahkamah Agung sebagai judex juris bersifat eksekutorial sehingga tidak perlu mencantumkan perintah terdakwa ditahan. Jika sudah diputus di tingkat kasasi, status hukum dan sebutannya bukan terdakwa lagi, tetapi sudah terpidana sehingga Pasal 197 Ayat (1) Huruf (k) KUHAP tidak lagi diterapkan.
Apa bukti putusan kasasi bersifat eksekutorial? Pasal 268 (1) KUHAP pada intinya menyatakan peninjauan kembali (PK) tidak menangguhkan atau menghentikan eksekusi. Pasal tersebut membuktikan putusan kasasi (sebelum PK) bersifat eksekutorial. Oleh karena itu, Susno yang divonis bersalah oleh MA bukan lagi menjalani penahanan yang bersifat temporer, melainkan pemidanaan yang lamanya sesuai dengan vonis MA.
Maka, sangat relevan jika putusan MA tidak lagi mencantumkan perintah penahanan karena Susno sebagai terpidana akan menjalani pemidanaan, bukan penahanan.