Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan BLT Hanya Untungkan Demokrat?

Kompas.com - 30/04/2013, 20:01 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom Dradjad Wibowo menilai konsumsi BBM bersubsidi yang sudah berlebihan mulai membahayakan stabilitas ekonomi Indonesia. Namun, solusi menaikan harga BBM bersubsidi dibarengi pemberian bantuan langsung tunai (BLT) tidak tepat karena hanya menguntungkan Partai Demokrat secara politis.

"Menaikan harga BBM bersubsidi yang dikompensasi dengan BLT bukan solusi yang terbaik secara ekonomi dan politik sekaligus. Pandangan saya, BLT hanya menguntungkan Partai Demokrat," ujar Dradjad dalam pesan singkat yang diterima, Selasa (30/4/2013).

Mantan anggota Komisi XI ini mengatakan, konsumsi BBM berlebihan ini membuat impor migas tidak terkendali, sementara kemampuan produksi Indonesia terus merosot karena berbagai kesalahan kebijakan. Efek selanjutnya adalah neraca perdagangan, neraca transaksi berjalan, dan cadangan devisa Indonesia cenderung menurun.

"Semua hal tersebut sudah menggoyang Rupiah. Hanya karena intervensi BI saja, Rupiah masih melemah terkendali. Nah bahayanya di mana? Jika Rupiah "meledak", ekonomi kita bisa anjlok drastis," tutur Dradjad.

Dia menjelaskan, perekonomian Indonesia bisa anjlok lantaran utang swasta yang jatuh tempo tahun 2013 ini sudah mencapai 39.06 miliar dollar AS, atau sekitar Rp 380 triliun termasuk bunga. Jika Rupiah anjlok melewati Rp 10.000 per dollar AS, banyak swasta yang terancam gagal bayar hutang.

"Efek dominonya ke perekonomian kita bisa mirip krisis 1997-1998 meski skalanya lebih kecil. Jadi memang dari sisi ekonomi, kondisinya tidak main-main," kata Dradjad.

Dengan kondisi itu, Dradjad menyarankan pemerintah untuk mencabut subsidi dan kurangi konsumsi BBM bersubsidi dari orang kaya. Caranya, lanjut Dradjad, bisa melalui cukai atau kenaikan harga tidak langsung atau bisa dengan kombinasi teknologi informasi yang mirip voucher pulsa HP. "Kalau dengan BLT, memang kelihatan seolah-olah menolong rakyat miskin. Tapi BLT sudah terbukti tidak efektif. BLT akhirnya hanya menjadi alat politik," imbuh Dradjad.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com