Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Ormas Berpotensi Batasi Ruang Gerak Serikat Buruh

Kompas.com - 29/04/2013, 08:09 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Serikat buruh di Yogyakarta menilai rancangan undang-undang organisasi kemasyarakatan berpotensi membatasi ruang gerak, serta mengancam eksistensi organisasi itu.

Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Kirnadi di Yogyakarta, Senin, mengatakan, dengan disahkannya Rancangan Undang-undang (RUU) Orgainisasi Kemasyarakatan (Ormas), maka ada kewenangan untuk membubarkan setiap organisasi tertentu, termasuk organisasi buruh.

"Jika UU Ormas disahkan, maka seluruh organisasi yang dinilai mengganggu stabilitas keamanan dan politik, harus dibubarkan, padahal senjata utama organisasi buruh, umumnya adalah dengan melakukan aksi mogok dan demo," katanya.

Bagi serikat buruh, kata dia, RUU Ormas bertolak belakang dengan UU Nomor 21 Tahun 2000 yang mengatur tentang serikat pekerja atau serikat buruh.

Di dalam UU Nomor 21 itu, kata dia, telah diatur bahwa serikat pekerja atau serikat buruh memiliki fungsi dan tugas memperjuangkan kesejahteraan rakyat, membela anggota, mengorganisisr mogok serta unjuk rasa sesuai Undang-Undang.

"Hal itu (UU Ormas) akan tumpang tindih dengan UU tentang Serikat Pekerja yang sebelumnya sudah ada," katanya.

Hak mogok serta unjuk rasa, menurut dia diperlukan guna memperjuangkan antara lain jaminan kesehatan, jaminan pensiun wajib bagi buruh, upah yang layak, hingga penghapusan sistem alih daya.

Oleh karena itu, kata dia, apabila UU Ormas disahkan, maka akan memiliki potensi meniadakan seluruh lahan perjuangan organisasi buruh, karena ke depannya dinilai mengganggu stabilitas keamanan dan politik.

Sebelumnya, pemerintah telah bersedia menerima sejumlah masukan mengenai Rancangan Undang-undang (RUU) Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang pembahasannya masih dilakukan di DPR RI.

"Sudah dilakukan penyempurnaan, termasuk masukan tertulis, setelah mengakomodasi masukan-masukan positif dari masyarakat, termasuk Muhammadiyah dan NU (Nahdlatul Ulama)," kata Kepala Subdirektorat Ormas pada Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kementerian Dalam Negeri Bahtiar di Jakarta, Jumat (26/4).

Sejumlah masukan tersebut antara lain mengenai penggunaan asas yang sebelumnya diatur bahwa asas dasar ormas adalah Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila, serta asas ciri lain yang tidak bertentangan dengan Pancasila.

Selain itu, Kemendagri juga menerima masukan mengenai ketentuan ormas berbadan hukum, bahwa organisasi kemasyarakatan yang telah berbadan hukum tidak perlu mendaftar kembali ke Kemendagri.

"Bagi ormas yang belum berbadan hukum, nantinya tetap dapat tercatat pada administrasi pemerintahan yang sesuai dengan tingkatannya," katanya.

Pemerintah beralasan pengaturan ormas dalam UU dilakukan untuk mendorong pembangunan dengan berbasis sistem informasi data ormas di masyarakat.

"Kemendagri sedang menyusun `grand design` penataan organisasi kemasyarakatan. Oleh karena itu, dengan adanya payung hukum terhadap ormas tersebut, menjadi bagian dari rencana besar Pemerintah," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com