Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membubarkan Densus 88

Kompas.com - 27/04/2013, 02:21 WIB

Bagi saya, Densus 88 telah menunaikan tugas negara, menjalankan misi keamanan dengan cara memburu dan membongkar jaringan teroris di negeri ini. Densus 88 telah mewakili negara melindungi tiap warga negara. Bila Densus 88 kita bubarkan, dengan mudah dinujum tiap warga negara akan mempersenjatai diri dengan cara apa pun demi menjaga dan membela diri.

Demi keselamatan diri, cara apa pun dipakai, termasuk kekerasan tanpa tepian dan ukuran. Hukum rimba akan berlangsung. Thomas Hobbes membuktikan kebenaran pikirannya bahwa hidup itu ibarat ikan di laut, yang besar melahap yang kecil. Bila ini terjadi, negeri ini memiliki rakyat yang sekaligus menjadi raja sebab semuanya akan menitahkan dan menasbihkan diri sebagai pemegang lisensi kekerasan demi menyelamatkan diri.

Postulat Max Weber

Akan terjadi persaingan mempersenjatai diri dan membangun otot masing-masing yang pada gilirannya akan terjadi tabrakan satu dengan lainnya. Ramboisme bakal sulit terhindari. Premanisme akan memahkotai kehidupan kita. Dalam konteks inilah, seyogianya kita tempatkan Densus 88. Ia merepresentasi negara menggunakan kekerasan agar individu tidak memberi dirinya lisensi tersendiri yang bakal melahirkan kekacauan. Max Weber memostulatkan, hanyalah negara yang memiliki legitimasi menggunakan kekerasan.

Densus 88 meneror para penebar teror. Itulah konsekuensi dari perbuatan mereka. Seseorang yang sedang membawa senjata api saja tanpa izin adalah pelanggaran di negeri ini. Apalagi, jika ia menggunakan senjata itu untuk membunuh dan pembunuhan yang dilakukan itu bersifat masif dan indiskriminatif. Tidak ada satu pun bentuk masyarakat di dunia ini sekarang yang bisa membenarkan tindakan sepihak dari seseorang atau sekelompok orang, termasuk di negara yang menggunakan agama sebagai dasar negara.

Ketika di rumah kita ada kondangan, semua sanak famili berkumpul, termasuk anak, ponakan, nenek, dan kakek kita. Tiba-tiba seekor macan datang dengan mulut menganga sembari mengaum. Kita semua pasti dengan refleks yang tinggi berusaha membunuh sang macan. Kita tak akan pernah berpikir mencari tahu dari mana asalnya, mengapa ia masuk rumah, dan jenis macan apa gerangan ia. Macan, ya, macan, mengancam seiisi rumah. Macan harus dienyahkan.

Setelah macan dienyahkan, barulah kita semua lega dan bisa berpikir untuk menggeledah apa gerangan yang menjadi biang datangnya sang macan. Mungkin habitatnya sudah terganggu ulah manusia juga. Atau mungkin, anaknya dibawa lari lalu ia masuk kampung mencarinya. Begini cara saya memandang Densus 88 dalam kaitannya dengan aksi teror yang meneror kita semua setiap waktu.

Pendekatan represif jauh dari memadai untuk menangani masalah terorisme. Itu sangat valid. Membunuh dan memburu para pelaku teror tidak cukup. Itu juga sangat sah. Akar masalah terorisme memang amat banyak, termasuk soal kekeliruan dalam memahami prinsip agama. Masalah ketidakadilan politik, sosial, dan ekonomi juga mempunyai pengaruh.

Maka, kita semua harus bahu-membahu untuk itu. Para dai, juru dakwah, atau lembaga yang bergerak di bidang keagamaan memiliki tanggung jawab lebih besar mengubah cara berpikir mereka. Ajaran agama yang selama ini mereka pakai sebagai dalih untuk menebar teror perlu diluruskan.

Karena itu, tatkala ada keinginan membubarkan Densus 88 dalam kondisi seperti sekarang, saya hanya bisa berkata, ”Wait a minute. No way, man.”

Hamid Awaludin Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com