Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membubarkan Densus 88

Kompas.com - 27/04/2013, 02:21 WIB

Oleh Hamid Awaludin

Hari-hari ini di Tanah Air kita, Densus 88, sebuah divisi khusus dalam naungan Kepolisian RI, disorot tajam. Malah banyak yang mendesak agar divisi itu dibubarkan meskipun jasanya dalam menjamin rasa aman tidak terkira.

Divisi khusus antiteror ini dinilai berkelebihan dalam menjalankan fungsi. Sejumlah kasus yang ditanganinya dan menimbulkan efek samping membuatnya digugat, bahkan semua bakti yang ia persembahkan untuk Ibu Pertiwi seolah-olah diabaikan begitu saja.

Saya tetap mengagumi, bahkan justru mendambakan satuan khusus ini kian ditingkatkan. Saya tidak menutup mata atas sejumlah ekses yang timbul dari pendekatan operasi yang dijalankannya, tetapi manfaat yang diperoleh tiap warga negara atas kehadirannya harus diberi tempat tersendiri yang positif.

Pernah ada masa ketika kita saling mencurigai dan dicekam rasa takut. Tinggal di rumah juga lebih mencekam lagi karena setiap saat bom datang menjemput ajal kita tanpa kita diberi kesempatan menyampaikan sepatah dua patah kata kepada anak-anak kita yang tercinta.

Pernah ada era ketika kita terselubungi rasa takut untuk datang ke kantor, bahkan enggan datang di rumah Tuhan untuk menjalankan ibadah. Semua itu kita takuti karena faktanya bom bisa meluluhlantakkan siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Hingga kini pun, rasa waswas dan serba takut itu masih tersisa.

Berkat Densus 88

Ini fakta empiris, bukan novel fiksi atau film ala Hollywood. Dr Azhari dan Noordin M Top, dua pentolan teror, pernah selalu membayangi kita dan menimbulkan mimpi buruk setiap kita tidur. Keduanya telah pergi dan mimpi buruk itu pelan-pelan mulai tidak mengganggu tidur kita lagi. Mereka pergi berkat Densus 88. Rasa ketakutan kita perlahan-lahan mulai surut. Itu karena Densus 88. Segala ekses yang ditimbulkannya, itulah yang harus diperbaiki.

Ketika kecil di kampung, saya menyaksikan seorang imam masjid digelandang ke publik karena menilep sumbangan masjid. Imam yang dihukum, bukan masjid yang dirobohkan. Sejumlah pastor diberi sanksi karena mencabuli anak-anak. Bukan gereja yang diruntuhkan.

Satuan khusus negara ini memiliki pasukan yang hidup di luar takaran normal manusia biasa. Sekali meninggalkan rumah, anak dan istri tidak boleh tahu ke mana ayah dan suami pergi, dan kapan balik. Berbulan-bulan hidup dalam penyaruan dengan berbagai konsekuensi. Berbulan-bulan hidup dalam alienasi kehidupan normal dengan sejumlah harga yang harus dibayar. Mereka acap kali diceraikan istri pada saat sedang menjalankan tugas negara, mengamankan negeri dan menjamin rasa aman untuk tiap warga. Itulah potret anggota pasukan Densus 88.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com