Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontraktor Bioremediasi Chevron Dituntut 15 Tahun Penjara

Kompas.com - 26/04/2013, 20:33 WIB
Amir Sodikin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kontraktor pekerjaan teknis pengolahan limbah minyak mentah secara bioremediasi di PT Chevron Pacific Indonesia, yang juga Direktur PT Sumigita Jaya, Herlan bin Ompo, dituntut pidana penjara 15 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, Herlan juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara 6,9 juta dollar AS.

Demikian pembacaan tuntutan oleh jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung yang diketuai jaksa Surma di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, pada Jumat (26/4/2013). Jika terdakwa tak bisa memenuhi pembayaran uang pengganti kerugian negara, jaksa akan menyita harta terdakwa dan jika tak mencukupi juga, maka akan diganti dengan pidana penjara 5 tahun.

Jaksa memaparkan, Herlan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer yang melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana.

PT SGJ dianggap tidak memiliki izin pengolahan bioremediasi yang terjadi pada rentang tahun 2008 - 2012 dan tak memenuhi kualifikasi sebagai kontraktor pekerjaan sipil bersifat khusus. "PT SGJ bukan perusahaan pengolah limbah melainkan perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi," kata jaksa Surma.

Seharusnya, pada prakualifikasi lelang, perusahaan tersebut digugurkan namun oleh panitia diloloskan hingga menjadi pemenang. "Persyaratan kualifikasi harus merupakan persyaratan minimal. PT Sumigita Jaya tak memenuhi persyaratan khusus tersebut," kata jaksa.

Salah satu kualifikasi yang tak dimiliki misalnya, laboratorium yang digunakan untuk pengujian tanah tercemar. Terdakwa hanya menyerahkan pengujian sampel tanah tercemar ke pihak lain yang memiliki laboratorium, yaitu Chevron.

Itupun, kata jaksa, hanya pengujian TPH (Total Petroleum Hydrocarbon), tanpa uji lain terkait bakteri pendegredasi minyak. Kemudian jaksa mengutip pernyataan ahli bioremediasi Edison Effendi yaitu tanpa uji lain, misal soal jumlah dan jenis bakteri tanah, mustahil bioremediasi berhasil dengan baik.

Mendengar nama Edison Effendi, para pengunjung berteriak "huuuuu", yang maksudnya adalah mencela kredibilitas ahli Edison. Edison adalah orang yang pernah mengikuti lelang di Chevron dan kalah, yang kemudian melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Agung dan akhirnya dijadikan sebagai ahli untuk penyusunan dakwaan sekaligus dihadirkan sebagai ahli di persidangan.

"Pengunjung tidak boleh gaduh, apabila tetap gaduh akan dikeluarkan dari persisangan," kata Ketua Majelis Hakim Sudharmawatiningsih.

Selain tak memenuhi kualifikasi, Herlan juga sadar tak memiliki izin pengolahan limbah dari Kementerian Lingkungan Hidup. "PT SGJ juga wajib punya izin dari Kementerian Lingkungan Hidup, tak hanya bergantung pada izin PT CPI," kata jaksa.

Izin pengolahan bioremediasi PT CPI juga sudah habis berlaku hingga 2008. "PT SGJ dan CPI sama-sama tak memiliki izin dari KLH," kata jaksa.

Hal tersebut bertentangan dengan Keputusan Menteri Nomor 128 Tahun 2003.

Kerugian negara akibat kegiatan bioremediasi ini mencapai 6,9 juta dollar AS. Uang tersebut menurut jaksa sudah diajukan PT CPI ke BP Migas sebagai dana cost recovery. "Total kerugian 10,2 juta dollar AS, dari jumlah itu yang dibayarkan ke PT SGJ 6,9 juta dollar AS," kata jaksa.

Kasus bioremediasi ini menyeret dua orang dari pihak kontraktor dan tiga orang dari pihak PT CPI. Kejaksaan Agung dianggap memaksakan perkara ini masuk ke ranah pidana korupsi karena berdasarkan keterangan saksi dari KLH, izin bioremediasi Chevron tak menyalahi aturan yang ada.

"KLH tak mewajibkan pihak ketiga punya izin, kita melihat Chevron-nya. Dalam PP sudah jelas yang wajib punya izin adalah penghasil limbah," kata Masnellyarti Hilman, Kepala Deputi IV KLH. Ketentuan tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah No18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3 juncto PP No 85 Tahun 1999 tentang perubahan atas PP No 18 Tahun 1999.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com