JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengeksekusi mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda S Goeltom, menyusul putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi Miranda. KPK segera memindahkan Miranda dari rumah tahanan ke lembaga pemasyarakatan.
"Atas kasasi yang telah diputus, tentu kita akan mengeksekusi segera. Tentu akan ke lembaga pemasyarakatan kalau sudah vonis berkekuatan hukum tetap," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Jumat (26/4/2013).
Selama menunggu putusan kasasi, Miranda ditahan di Rumah Tahanan KPK. Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi yang diajukan Miranda. Dengan demikian, Miranda tetap dihukum tiga tahun penjara. Majelis hakim MA menilai, putusan pengadilan tingkat pertama dan banding sudah benar serta relevan.
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan pidana penjara tiga tahun kepada Miranda. Dia dianggap terbukti melanggar Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Putusan ini diperkuat pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi Tipikor pada PT DKI Jakarta.
Menurut majelis hakim Pengadilan Tipikor, Miranda terbukti bersama-sama Nunun Nurbaeti menyuap anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004 untuk memuluskan langkahnya menjadi Deputi Gubernur Senior BI pada 2004. Adapun Nunun lebih dulu divonis dua tahun enam bulan penjara dalam kasus ini. Meski pemberian suap tidak dilakukan Miranda secara langsung, majelis hakim menilai ada serangkaian perbuatan Miranda yang menunjukkan keterlibatannya.
Miranda dianggap ikut menyuap karena perbuatannya berhubungan dan berkaitan erat dengan perbuatan aktor lain, seperti Nunun Nurbaeti, serta anggota DPR 1999-2004, Hamka Yamdhu dan Dudhie Makmun Murod. Johan mengatakan, sejak awal KPK memang berkeyakinan bahwa Miranda terlibat dalam pemberian suap berupa cek perjalanan itu.
KPK juga tidak mengajukan permohonan kasasi mengenai putusan Pengadilan Tipikor yang menyatakan Miranda divonis tiga tahun penjara. Johan menambahkan, sejauh ini KPK belum membuka penyelidikan baru sebagai pengembangan kasus suap cek perjalanan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.