Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU dan Pembuat UU Dinilai Ceroboh

Kompas.com - 17/04/2013, 20:54 WIB
Nina Susilo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -- KPU menunjukkan ketidakcermatan dalam menyusun peraturan kampanye Pemilu 2014. Namun, DPR dan pemerintah pun ceroboh dengan tetap menyertakan pasal yang sudah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi.

Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini dan Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow secara terpisah, Kamis (17/4/2013) di Jakarta.

Peraturan KPU nomor 1/2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD 2014 menyebutkan media massa cetak, daring (online), elektronik, dan lembaga penyiaran lain dilarang menyiarkan berita, iklan, rekam jejak peserta pemilu atau bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan kampanye yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu.

Untuk itu, KPI dan Dewan Pers mengawasi media massa tersebut. Pelanggaran akan dikenai sanksi berupa teguran tertulis, penghentian sementara mata acara yang bermasalah, pengurangan durasi dan waktu pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye pemilu, dan denda. Selain itu, sanksi bisa berupa pembekuan kegiatan pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye pemilu untuk waktu tertentu, dan pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran atau pencabutan izin penerbitan media massa cetak.

Pasal-pasal ini sebelumnya dicantumkan dalam UU 10/2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta UU 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Namun, aturan ini dibatalkan Mahkamah Konstitusi dalam gugatan nomor 32/PUU-VI/2008 untuk klausul di UU 42/2008 dan 99/PUU-VII/2009 untuk klausul di UU 10/2008. Pembatalan klausul sepanjang kata "berita".

Sanksi juga dianggap bertentangan dengan konstitusi. Namun, dalam UU 8/2012, larangan pemberitaan, kampanye, iklan peserta Pemilu di masa tenang tetap ada. Hal ini dicantumkan pada pasal 91 ayat 5. Bedanya, tidak ada sanksi atas larangan ini. "DPR dan Pemerintah sama teledornya. Meski norma yang dibatalkan terkandung dalam UU 42/2008 tentang Pilpres, mestinya norma yang sama tidak boleh lagi digunakan dalam UU 8/2012 Pemilu Legislatif," tutur Titi.

Karena itu, Titi menilai ketentuan tersebut otomatis tidak memiliki ketentuan mengikat. Sebab, bunyi pasal tersebut sama persis dengan bunyi pasal yang dinilai inkonstitusional dan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Menurut Titi, putusan MK nomor 32/PUU-VI/2008, 98/PUU-VII/2009, dan 99/PUU-VII/2009 bisa menjadi rujukan untuk tidak memberlakukan ketentuan pasal-pasal tersebut. Namun sebagai koreksi formal, akan lebih kuat lagi jika ada yang menggugat pasal 91 UU 8/2012 ke MK.

Selain itu, Jeirry meminta KPU tidak sekadar menganggap ini sebagai kesalahan teknis semata. Namun, ini menunjukkan ketidakcermatan KPU. Aturan yang ketat mengontrol media massa ini juga menunjukkan kecenderungan KPU untuk menghegemoni pemangku kepentingan pemilu lainnya.

Setidaknya, sejak belum ditetapkan, konsultasi publik atas naskah peraturan KPU dilakukan. Dengan demikian, risiko kesalahan dalam penerbitan peraturan bisa diperkecil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com