Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY Perlu Jewer Pak Nuh

Kompas.com - 15/04/2013, 15:49 WIB
Imam Prihadiyoko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi X DPR, Herlini Amran, di sela-sela kunjungan kerjanya ke Kepulauan Riau, turut memantau pelaksanaan ujian nasional (UN) yang ternyata gagal dilaksanakan serentak se-Indonesia.

Di samping mendoakan kesuksesan bagi para siswa peserta UN, Herlini juga mengkritisi kinerja Kemdikbud yang semakin mengkhawatirkan.

Menurutnya, tertundanya UN di sebelas provinsi semakin melengkapi "hattrick" keteledoran Kemdikbud selama enam bulan terakhir.

"Presiden SBY harus lebih tegas mengevaluasi kinerja Mendikbud dan jajarannya agar tidak terus mengulang keteledoran serupa," ujar Herlini kepada Kompas di Jakarta, Senin (15/4/2013).  

"Tertundanya UN di sebelas provinsi ini merupakan keteledoran yang ketiga dalam tempo enam bulan, dan ini jelas telah mengecewakan masyarakat pendidikan Indonesia. Ibarat striker bola, Kemdikbud sudah mencetak 'hattrick' keteledoran dalam hal penggunaan anggaran dan pelaksanaan program rutin kementerian. Mulai dari uang tunjangan sertifikasi guru, kemudian beasiswa bidik misi, hingga sekarang UN gagal serentak. Ketiga-tiganya macet dan mengecewakan," ungkap Herlini sembari meminta Presiden SBY agar berani menjewer Mendikbud dan jajarannya.

Bagi Herlini, keteledoran itu tidak layak ditoleransi. Semua pihak terkait, mencakup pemenang tender dan unsur Kemdikbud, harus diberi sanksi tegas.

Jangan sampai mereka terlibat lagi dalam tender ataupun program Kemdikbud sestrategis ini.  

"Tidak layak terus mengeluhkan blokir anggaran, ataupun mengambinghitamkan dinas-dinas yang tidak sejalan dengan targetan program dari pusat. Kalaupun itu benar adanya, setidaknya hattrick keteledoran ini memperlihatkan kepemimpinan Pak Beye tidak berhasil menciptakan harmoni antara kebijakan Kemenkeu dengan program-program Kemdikbud, atau menyinergikan eksekusi program antara pusat dan daerah. Pasti itu ada akar masalahnya yang dibiarkan berlarut-larut," ungkap Herlini.

Secara khusus anggota legislatif daerah pemilihan Kepulauan Riau ini menyoroti kelemahan Kemdikbud dalam proyek-proyek pengadaan, mulai dari pengadaan buku hingga pencetakan dokumen vital seperti naskah UN.

Penilaiannya itu didasarkan hasil audit BPK dari tahun ke tahun.

"Coba lihat lagi laporan audit BPK, proyek cetak-mencetak ini sudah kronis di Kemdikbud, wajar saja disclaimer terus. Yang jadi soal adalah, cetak-mencetaknya menghambat kegiatan seperti UN sekarang, bahkan tidak menutup kemungkinan menunda implementasi Kurikulum 2013. Sebaiknya BPK dan KPK lebih merapat lagi ke Kemdikbud agar kasusnya tidak terus berulang," harap Herlini kepada lembaga negara yang tengah getol mencegah korupsi atau distorsi di kementerian/lembaga.

Secara khusus Herlini menyayangkan Mendikbud dan jajarannya kerap mengumbar keyakinan serba-beres, padahal realisasinya sering molor.

Ia mencontohkan, sebelum kasus gagal UN serentak per 15 April 2013, pihak Kemdikbud menyatakan pelaksanaan UN dijamin 3T, yakni tepat waktu UN, serta tepat distribusi dan jumlah soal UN.  

"Nyatanya pekan kemarin di Trenggalek ditemukan kekurangan dan kelebihan jumlah soal UN. Sementara itu, molornya pencetakan dan distribusi soal UN ditemukan nyaris di banyak daerah, tidak hanya Indonesia Tengah. Praktis persiapan UN tahun ini menubruk prosedur operasi standar yang digariskan BNSP. Jadi, hemat saya, tidak baiklah ada kementerian yang selalu umbar optimisme, padahal di lapangan tidak terkontrol," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com