JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Ramadhan Pohan menilai, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 1 Tahun 2013 tentang kampanye yang mengatur sanksi peliputan dan iklan media massa saat pemilu membingungkan media. Menurutnya, peraturan yang ada saat ini, Undang-Undang Pers dan Undang-Undang Penyiaran, sudah mencukupi.
"Jangan kebanyakan aturan. Aturan yang sudah ada tidak perlu dikembangkan aturan-aturan baru lagi. Nanti akan jadi ribet dan membingungkan," ujar Ramadhan di Kompleks Parlemen, Jumat (12/4/2013).
Ramadhan mengatakan, pada masa pemilu, baik partai politik maupun masyarakat, sama-sama membutuhkan media massa. Oleh karena itu, lanjutnya, tidak perlu ada aturan lain yang akan mengungkung media massa.
"Nanti kebanyakan peraturan bisa saja bertabrakan. Jadi, KPU fokus saja dengan aturan yang sudah ada, sudah cukup. Tidak usah ditambah lagi yang akhirnya merepotkan KPU sendiri," paparnya.
KPU sebelumnya menerbitkan PKPU Nomor 1 Tahun 2013. Peraturan ini mengatur tentang kampanye. Namun, di dalam aturan itu, terdapat pula klausul yang mengatur media massa dalam pemberitaan hingga penyiaran iklan kampanye. Padahal, Undang-Undang Pers dan Undang-Undang Penyiaran sudah mengatur tentang itu. Tidak hanya mengatur kembali media massa, aturan PKPU itu juga mencantumkan sanksi meski sanksi disesuaikan dengan Undang-Undang Penyiaran. Peraturan sanksi terhadap media itu diatur dalam Pasal 45.
Wakil Ketua Komisi II Arif Wibowo mengatakan, seharusnya KPU tidak perlu membuat lagi peraturan baru soal ini. Undang-undang yang ada, kata Arif, sudah lebih dari cukup. Peraturan ini, sebut dia, menjadi satu lagi bukti bahwa memang ada kecenderungan KPU bias dan cenderung menyimpang setiap kali membuat peraturan.
"Yang pakai seribu konsultasi saja masih menyimpang, sementara KPU juga beberapa kali malah membuat peraturan tanpa konsultasi," ujar Arif.
Peraturan KPU Nomor 6 dan 7 Tahun 2013, menurut Arif, merupakan peraturan KPU yang tak dikonsultasikan terlebih dahulu ke Komisi II DPR.
Tak ada pemberedelan
Sementara itu, KPU menegaskan, tidak akan melakukan pemberedelan terhadap media yang menayangkan materi iklan partai politik selama masa tahapan pemilu berlangsung. Saat ini, KPU sendiri masih belum membahas aturan ini bersama Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
"Tidak seperti itu, bisa jadi ada perubahan, jadi tidak ke arah sana (pemberedelan)," kata Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Jumat (12/4/2013).
Ferry menambahkan, untuk sanksi sendiri, pihaknya belum dapat menentukan. Pasalnya, pihaknya belum berkoordinasi dengan KPI dan Dewan Pers. Namun, dirinya menegaskan, KPU tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pemberedelan.
"Jika itu (pemberedelan) televisi, radio, penyiaran, ke KPI. Kalau soal partainya, ini wilayah kita," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.