Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengesahan RUU Ormas Ditunda

Kompas.com - 12/04/2013, 09:53 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia khusus (Pansus) RUU Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) akhirnya bersepakat menunda pengesahan rancangan undang-undang ini yang seharusnya dilakukan dalam rapat paripurna pada Jumat (12/4/2013) pagi ini. Penundaan pengesahan dilakukan lantaran masih ada penyusunan bagian penjelasan yang belum rampung.

"Akhirnya ditunda dan alasan penundaan itu sebenarnya teknis karena substansi secara prinsipil, isinya sudah disepakati semua fraksi termasuk perubahan terakhir yang diusulkan Muhammadiyah itu sudah kita akomodir. Hanya penjelasan belum rapi, ada beberapa redaksi yang belum rapi, faktor teknis prosedur aja," ujar Ketua Pansus RUU Ormas Abdul Malik Haramain saat dihubungi, Jumat.

Dengan belum selesainya penyusunan bagian penjelasan RUU ini, kata Malik, maka Pansus pun tidak akan membawanya ke rapat paripurna. Pimpinan pansus sudah berkirim surat kepada pimpinan DPR agar tidak mengagendakan pengesahan RUU ini. Pengesahan akan dilakukan setelah masa reses DPR yang akan mulai dilakukan besok hingga sebulan mendatang berakhir.

"Jadi ini ditunda sampai masa sidang berikutnya akan kita bahas lagi lalu kita rapikan dan selanjutnya kita agendakan (untuk pengesahan)," imbuh Malik.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengungkapkan bahwa semua fraksi telah bersepakat untuk tidak membatalkan keseluruhan pembahasan RUU Ormas. Pasalnya, kata Malik, RUU ini masih dianggap penting. "Fraksi bulat menyepakatinya," tutur Malik.

Sebelumnya, sejumlah unsur organisasi Islam seperti Hizbut Tahrir Indonesia dan Muhammadiyah akan melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran terkait penolakan atas RUU Ormas ini. Mereka masih belum sepakat tentang pokok penjelasan.

Bukan lagi soal asa

Dalam perbincangan dengan Kompas.com, juru bicara HTI Ismail Yusanto mengatakan, isu yang dipersoalkan ormas berbasis massa Islam atas RUU itu tak lagi soal asas. Dia mengatakan, sudah ada perubahan yang patut diapresiasi dari pembahasan RUU ini, merujuk kesepakatan pansus 9 April 2013. "(Termasuk soal) asas yang diatur dalam Pasal 2 RUU Ormas," kata dia.

Menurut Ismail, berdasarkan kesepakatan pansus pada tanggal itu, rumusan soal asas ormas disepakati merujuk ketentuan yang dipakai dalam UU 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. "Asas ormas tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Itu saja," sebut Ismail.

Ismail mengatakan, bila rumusannya demikian, ormas Islam tak lagi punya masalah soal pengaturan asas. Rumusan sebelumnya soal asas ini mengharuskan pencantuman Pancasila sebagai asas ormas, tetapi mengizinkan penggunaan asas lain selama tak bertentangan dengan Pancasila.

Namun itu bukan berarti sudah tak ada masalah dalam RUU Ormas. Ismail mengatakan, salah satu ganjalan yang akan terus mereka pertanyakan ke pansus adalah terkait penjelasan Pasal 61 RUU Ormas. "Bukan di batang tubuhnya, tapi penjelasan atas pasal tersebut," ujar dia.

Pasal 61 RUU Ormas mengatur tentang larangan bagi ormas mengembangkan paham atau pemikiran yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Penjelasan pasal tersebut dalam rumusan awal, ujar Ismail, menderetkan beragam paham itu mulai dari komunisme, ateisme, marxisme, kapitalisme, liberalisme, dan sosialisme.

"Namun, dalam rumusan terakhir per 9 April 2013, beberapa paham seperti kapitalisme dan liberalisme sudah tak lagi tercantum. Sementara di negara asalnya, kapitalisme sudah dipertanyakan, masa di sini dibolehkan? Apa kapitalisme yang eksploitatif sesuai dengan Pancasila?" tanya Ismail.

Ketentuan lain yang juga masih patut disayangkan, sebut Ismail, adalah rumusan Pasal 7 RUU Ormas. Pasal itu mengatur soal ranah kegiatan ormas. "Politik tidak masuk dalam ranah yang diperbolehkan dilakukan ormas," kata dia.

Padahal, kegiatan ormas terkait politik bukanlah soal kekuasaan dan pragmatisme, tetapi terkait pendidikan dan penerapan ilmu politik yang lebih luas. "Itu kami sayangkan," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

    Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

    Nasional
    Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

    Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

    Nasional
    TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

    TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

    Nasional
    Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

    Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

    Nasional
    Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

    Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

    Nasional
    Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

    Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

    Nasional
    TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

    TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

    Nasional
    Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

    Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

    Nasional
    Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

    Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

    Nasional
    Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

    Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

    Nasional
    Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

    Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

    Nasional
    Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

    Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

    Nasional
    Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

    Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

    Nasional
    Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

    Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

    Nasional
    Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

    Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com