JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar mengaku senang dengan adanya kecaman dan protes keras terhadap Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri terkait pelanggaran hak asasi manusia dalam pemberantasan teroris di beberapa daerah. Ia menyatakan, kecaman dan protes itu akan menjadi bahan evaluasi bagi kinerja Densus 88.
"Kami senang dikoreksi. Kalau memang perlu, Densus dihapus karena teroris sudah tidak ada lagi," ujarnya di kantor PP Muhammadiyah, Kamis (11/4/2013).
Boy mengakui, memang tidak mudah menangani kejahatan terorisme yang terus berkembang sejak era reformasi. Sejak periode tersebut, terhitung 223 orang tewas berkaitan dengan teroris. Selain itu, 36 petugas kepolisian menjadi korban dalam penanggulangan teroris serta terdapat 180 warga yang saat ini sedang menjalani proses hukum.
Ia mengambil contoh kasus yang terjadi di Poso pada 2007. Saat itu empat anggota Brigade Mobil ditembak mati ketika sedang mengendarai motornya. "Lalu teman-temannya langsung mencari pelaku dan ketika itu ada tindak kekerasan di sana. Ada juga yang menggunakan senjata api. Itu tidak kami tutup-tutupi," kata Boy.
Dengan adanya hal ini, Boy menyatakan bahwa Polri akan mengevaluasi kinerja Densus 88 dalam pemberantasan terorisme. Tidak hanya itu, Polri tak segan-segan membubarkan satuan Densus jika memang kerap menimbulkan masalah dan tidak diperlukan lagi. "Pembubaran Densus itu gampang, tinggal Kapolri saja yang mengesahkan untuk dihapus. Tidak usah dibesar-besarkan," ujarnya.
Boy mengatakan, jika memang sudah tidak ada tindak pidana teroris di Indonesia, maka Densus 88 akan dihapus dengan sendirinya. Namun, apabila Densus 88 dibubarkan, bukan berarti terorisme tidak akan muncul lagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.