JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Gerindra mendukung wacana larangan rangkap jabatan presiden diatur dalam Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden (Pilpres) yang kini tengah digodok Dewan Perwakilan Rakyat. Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Martin Hutabarat mengatakan, jika terpilih sebagai presiden, Prabowo Subianto, capres yang diusung Gerindra, tak akan membuat politik dinasti dan menomorduakan urusan partai.
"Kalau Prabowo jadi presiden, dia akan menomorduakan partai dan memfokuskan pikiran dan tenaganya untuk presiden," ujar Martin, Selasa (9/4/2013).
Anggota Komisi III DPR ini juga mengatakan, Prabowo tidak akan membuat politik dinasti dengan menempatkan sejumlah anggota keluarganya masuk ke dalam struktur partai.
"Tidak akan menjadikan Gerindra sebagai partai keluarga," ujarnya.
Aturan larangan rangkap jabatan
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengusulkan aturan larangan rangkap jabatan presiden masuk dalam Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden (Pilpres). Larangan ini dimaksudkan agar presiden bisa lebih fokus mengerjakan tugas-tugas kenegaraan.
"Larangan rangkap jabatan ini dimaksudkan agar presiden lebih fokus bekerja sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Posisi politik presiden harus di atas semua golongan, ormas, dan partai politik," ujar Anggota Komisi III dari Fraksi PPP Ahmad Yani, Jumat (5/4/2013).
Yani mengatakan, presiden seharusnya tidak menjadi pemimpin organisasi partai politik atau organisasi masyarakat lainnya. Hal itu, kata Yani, juga untuk menunjukkan politik kenegaraan dalam rangka penegakan konstitusi.
"Loyalitas pada partai seketika selesai sejak saat dilantik menjadi presiden. Ingat, para pendiri bangsa mencontohkan sikap negarawan dengan menanggalkan jabatan politik saat menjadi presiden. Terkait dengan usulan tersebut, Fraksi PPP setuju pembahasan UU Pilpres dilanjutkan," ujarnya.
Sementara itu, Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Indra, juga mengungkapkan hal senada. PKS, kata Indra, mendorong agar presiden bisa lebih fokus menjalankan tugas negaranya.
"Rangkap jabatan wajib diatur, bagaimanapun bohong kalau fokus padahal rangkap jabatan," kata Indra.
Saat ini, pembahasan revisi Undang-Undang Pilpres Nomor 42 Tahun 2008 masih menemui kebuntuan. Sebanyak lima fraksi berpandangan undang-undang lama masih relevan untuk dipakai dalam Pemilu 2014. Adapun empat fraksi lain mendukung revisi UU Pilpres utamanya terkait dengan presidential threshold (PT).
Empat fraksi yang mendukung perubahan undang-undang itu yakni Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Hanura, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Forum lobi sudah dilakukan sebanyak dua kali. Pekan depan, seluruh fraksi akan melakukan kembali lobi. Jika tidak juga mencapai musyawarah mufakat, maka keputusan dilanjutkan atau tidaknya pembahasan revisi UU Pilpres akan ditentukan dalam voting pada rapat paripurna.
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Geliat Politik Jelang 2014