Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerindra: Jadi Presiden, Prabowo Tak Akan Rangkap Jabatan

Kompas.com - 09/04/2013, 11:45 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Gerindra mendukung wacana larangan rangkap jabatan presiden diatur dalam Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden (Pilpres) yang kini tengah digodok Dewan Perwakilan Rakyat. Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Martin Hutabarat mengatakan, jika terpilih sebagai presiden, Prabowo Subianto, capres yang diusung Gerindra, tak akan membuat politik dinasti dan menomorduakan urusan partai.

"Kalau Prabowo jadi presiden, dia akan menomorduakan partai dan memfokuskan pikiran dan tenaganya untuk presiden," ujar Martin, Selasa (9/4/2013).

Anggota Komisi III DPR ini juga mengatakan, Prabowo tidak akan membuat politik dinasti dengan menempatkan sejumlah anggota keluarganya masuk ke dalam struktur partai.

"Tidak akan menjadikan Gerindra sebagai partai keluarga," ujarnya.

Aturan larangan rangkap jabatan

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengusulkan aturan larangan rangkap jabatan presiden masuk dalam Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden (Pilpres). Larangan ini dimaksudkan agar presiden bisa lebih fokus mengerjakan tugas-tugas kenegaraan.

"Larangan rangkap jabatan ini dimaksudkan agar presiden lebih fokus bekerja sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Posisi politik presiden harus di atas semua golongan, ormas, dan partai politik," ujar Anggota Komisi III dari Fraksi PPP Ahmad Yani, Jumat (5/4/2013).

Yani mengatakan, presiden seharusnya tidak menjadi pemimpin organisasi partai politik atau organisasi masyarakat lainnya. Hal itu, kata Yani, juga untuk menunjukkan politik kenegaraan dalam rangka penegakan konstitusi.

"Loyalitas pada partai seketika selesai sejak saat dilantik menjadi presiden. Ingat, para pendiri bangsa mencontohkan sikap negarawan dengan menanggalkan jabatan politik saat menjadi presiden. Terkait dengan usulan tersebut, Fraksi PPP setuju pembahasan UU Pilpres dilanjutkan," ujarnya.

Sementara itu, Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Indra, juga mengungkapkan hal senada. PKS, kata Indra, mendorong agar presiden bisa lebih fokus menjalankan tugas negaranya.

"Rangkap jabatan wajib diatur, bagaimanapun bohong kalau fokus padahal rangkap jabatan," kata Indra.

Saat ini, pembahasan revisi Undang-Undang Pilpres Nomor 42 Tahun 2008 masih menemui kebuntuan. Sebanyak lima fraksi berpandangan undang-undang lama masih relevan untuk dipakai dalam Pemilu 2014. Adapun empat fraksi lain mendukung revisi UU Pilpres utamanya terkait dengan presidential threshold (PT).

Empat fraksi yang mendukung perubahan undang-undang itu yakni Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Hanura, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Forum lobi sudah dilakukan sebanyak dua kali. Pekan depan, seluruh fraksi akan melakukan kembali lobi. Jika tidak juga mencapai musyawarah mufakat, maka keputusan dilanjutkan atau tidaknya pembahasan revisi UU Pilpres akan ditentukan dalam voting pada rapat paripurna.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Geliat Politik Jelang 2014

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

    Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

    Nasional
    Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

    Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

    Nasional
    TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

    TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

    Nasional
    Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

    Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

    Nasional
    Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

    Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

    Nasional
    Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

    Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

    Nasional
    TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

    TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

    Nasional
    Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

    Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

    Nasional
    Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

    Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

    Nasional
    Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

    Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

    Nasional
    Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

    Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

    Nasional
    Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

    Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

    Nasional
    Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

    Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

    Nasional
    Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

    Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

    Nasional
    Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

    Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com