Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akil Mochtar, Pengawal Konstitusi dari Pedalaman

Kompas.com - 08/04/2013, 12:04 WIB
Susana Rita

Penulis

Oleh Susana Rita

KOMPAS.com - Independensi itu harga mati. Itulah janji Akil Mochtar pada pidato pengucapan sumpahnya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi menggantikan Mahfud MD. Ia menjanjikan, di bawah kepemimpinannya, MK tidak dapat ditembus oleh siapa pun dan apa pun.

Pada 3 April lalu, Akil terpilih menjadi Ketua MK dengan suara mayoritas (dipilih tujuh dari sembilan hakim konstitusi). Tidak bergantung kepada siapa pun barangkali bukan hal baru bagi Akil. Sejak kelas II SMP, Akil telah menghidupi dirinya sendiri. Beragam pekerjaan pernah dilakukan. Loper koran, semir sepatu, menjadi perantara jual beli atau menjadi sopir cadangan dijalaninya untuk menyambung hidup. Ia harus mencari uang sekolah dan biaya hidup sendiri sejak meninggalkan rumah orangtuanya di Putussibau, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Sendirian ia merantau ke Pontianak yang berjarak sekitar 830 kilometer dari kampungnya.

Pada awal 1990-an, ia menjadi salah satu kuasa hukum terdakwa Lingah-Pacah, petani Ketapang, kasus yang mirip dengan perkara Sengkon-Karta. Perjuangan hidup yang berat pada masa-masa awal hidupnya membentuknya menjadi pribadi yang keras dan tidak takut hidup susah serta menghadapi persoalan hidup. Namun, apakah Akil bisa bertahan terhadap beragam godaan yang datang di masa mendatang?

Berikut petikan wawancara dengan Akil di ruang kerjanya, Jumat (5/4/2013).

Bagaimana Anda mengawali karier politik di Partai Golkar?

Saya 16 tahun menjadi lawyer. Lalu saya masuk politik. Ikut Pemilu 1999, lalu jadilah anggota DPR. Awalnya saya kaget, teman-teman yang duduk di organisasi advokat ternyata menjadi anggota DPR juga.

Dalam proses perjalanan hidup, banyak hal yang membuat saya tidak sukses di politik. Berkali-kali saya konflik yang kemudian berujung ketika saya maju menjadi calon kepala daerah yang tidak didukung partai saya. Saya berpikir kalau saya tidak berhasil dalam perjuangan saya menjadi kepala daerah, ya saya harus hijrah dari politik.

Mengapa tidak pindah partai seperti yang lain?

Memang banyak tawaran saat itu. Tetapi begini, saya ini orang daerah. Orang Kalbar, kalau mau dikerucutkan lagi saya ini orang pedalaman yang jauh. Tidak banyak orang yang berhasil di sana. Sedikit banyak, mungkin secuil saja, saya ini menjadi panutan bagi kelompok masyarakat saya. Saya tidak mau hari ini datang pakai baju kuning lalu besok datang lagi pakai baju merah. Mereka pasti bingung. Saya tidak bisa seperti itu meskipun sebenarnya tidak masalah karena perjuangannya tetap sama. Kasihan masyarakatnya. Menurut saya, itu artinya saya mengajarkan sikap politik yang tidak benar. Lebih baik saya memilih berhenti di politik praktis.

Tidak terbayang untuk menjadi hakim MK ketika itu. Dalam pikiran saya, begitu keluar dari politik, saya akan membuka kantor pengacara. Tinggal cari modal saja. Jaringan saya punya. Tetapi ketika itu, kebetulan ada lowongan menjadi hakim MK. Teman-teman pun menyarankan untuk mendaftar. Lalu ikut seleksi dan lolos.

Banyak orang meragukan independensi Anda karena memiliki latar belakang parpol?

Itu lumrah. Tetapi itu bisa dibuktikan. Selama lima tahun menjadi hakim di sini, saya bisa menjaga independensi. Kalau saya bukan orang independen, kalau saya orang yang bisa disetir atau diintervensi oleh kekuatan-kekuatan lain, tidak mungkin tujuh orang (hakim) itu pilih saya. Memangnya mereka bodoh. Mereka hakim-hakim yang berpengalaman, beberapa guru besar malah.

Bagaimana Anda selama ini menangani perkara dari Golkar?

Biasa saja. Kami kan tidak boleh melihat itu. Ujian pertama saya terjadi ketika harus mengadili perkara Pemilu 2009. No problem. Begitu juga dengan perkara pilkada. Banyak sekali perkara pilkada. Di situ, mau Golkar kek, mau siapa kek, kalau harus dibatalkan, ya saya batalkan. Kalau harus diulang, ya saya perintahkan ulang. Meskipun itu calon dari Golkar. Artinya, itu bukan satu hambatan. Saya sudah bersumpah untuk memegang teguh janji saya.

Bagaimana Anda menjauhkan diri dari partai?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com