Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

11 Anggota Kopassus Tersangka

Kompas.com - 05/04/2013, 03:59 WIB

Secara terpisah, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Sutarman seusai bertemu Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila, di Mabes Polri, Jakarta, mengatakan, polisi menemukan dua jenis peluru di lokasi kejadian. ”Ada dua jenis peluru. Apakah dimuntahkan dari senjata api yang berbeda atau sama, masih diperiksa,” katanya.

Ia menjelaskan, di lokasi kejadian antara lain ditemukan 8 selongsong peluru berkode PIN TO 7,62 (Pindad) dan 22 butir selongsong peluru berkode 64359. Dari temuan itu, berarti ada dua jenis peluru yang ditemukan.

Kepolisian, lanjut Sutarman, masih mendalami temuan selongsong peluru tersebut di Pusat Laboratorium Forensik Polri. Ia menambahkan, peluru itu digunakan dari senjata organik.

Komnas HAM terus berkoordinasi dengan Polri dalam menyelidiki tuntas kasus penyerangan LP Cebongan. Menurut Siti Noor Laila, dalam kasus penyerbuan LP Cebongan itu jelas ada indikasi pelanggaran HAM, yaitu hak atas hidup, hak atas rasa aman, dan hak terbebas dari penganiayaan dan perampasan. Komnas HAM berencana bertemu Panglima TNI hari ini.

Keterlibatan anggota Grup 2 Kopassus dalam penyerbuan LP Cebongan merupakan sebuah ironi. Sebab, aparat keamanan yang seharusnya memberikan perlindungan kepada masyarakat justru melakukan pelanggaran dan main hakim sendiri. Hal itu dikhawatirkan, memunculkan trauma bagi masyarakat.

”Tahanan di LP saja bisa terancam, lalu bagaimana jika peristiwa serupa dialami masyarakat di luar LP yang tidak ada pengamanan. Masyarakat akhirnya trauma apabila hal semacam ini terjadi lagi,” ujar sosiolog kriminal dari UGM, Yogyakarta, Soeprapto, Kamis.

Menurut dia, belajar dari kasus penyerangan LP Cebongan, aparat keamanan, baik TNI maupun Polri, harus menghilangkan sikap right or wrong is my corps (benar atau salah korpsku). Karena itu, setiap kali ada anggota aparat keamanan yang terlibat pelanggaran, institusi bersangkutan harus tetap terbuka dan bertindak tegas.

Untuk mengantisipasi terjadinya pelanggaran oleh aparat keamanan yang meresahkan masyarakat, kata Soeprapto, dibutuhkan sistem pengadilan yang kuat dan jelas. Anggota kesatuan yang terbukti melanggar aturan yang mengancam jiwa masyarakat harus dihukum berat. ”Ini penting karena tugas utama mereka adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat dan bukan mengancam,” ujarnya.

Sebelumnya, Kamis pagi, Komisi III DPR sempat mengunjungi Hugo’s Café dan LP Cebongan. Mereka juga sempat mengorek keterangan dari para tahanan dan sipir tentang peristiwa tersebut

Dari hasil kunjungan tersebut, Komisi III DPR melihat indikasi kuat ketidaksiapan Polda DI Yogyakarta sebelum penyerangan. Terlihat dari tidak disiapkannya personel pengamanan yang cukup. LP Cebongan pun berada dalam kondisi kurang aman dan tidak siap menghadapi serangan.(EDN/WHY/ABK/EGI/KOR/ANS/FER)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com