Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jiwa Korps Vs NKRI

Kompas.com - 03/04/2013, 02:30 WIB

Jaleswari Pramodhawardani

Lembaga Pemasyarakatan Cebongan di Sleman diserbu. Empat residivis dibantai gerombolan terlatih dan profesional di sel mereka.

Tidak kurang dari 31 selongsong peluru ditinggalkan setelah menghabisi nyawa empat orang itu. Tragedi ini membuat banyak pihak terkesiap sebab, belum lama ini, terjadi penyerbuan dan pembakaran Markas Polres Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, oleh sekelompok anggota TNI pada bulan yang sama.

Bisa dipahami, Pangdam IV/ Diponegoro segera mengeluarkan pernyataan bahwa Kopassus tidak terlibat, untuk menghindarkan tudingan banyak pihak yang mencoba mengaitkan peristiwa kekerasan itu dengan motif balas dendam di OKU.

Bentrok yang melibatkan anggota TNI atau sekelompok anggota TNI bukan hal baru. Pada 2002, KSAD Jenderal Ryamizard Ryacudu memecat 20 prajurit yang terlibat bentrok senjata di Binjai, yaitu anggota Lintas Udara 100 Prajurit Setia yang menyerang Markas Brimob Tanah Tinggi dan Markas Polres Langkat.

Ada apa dengan TNI? Sekadar soal disiplin korps yang kerap dilontarkan para purnawirawan dan pengamatkah? Bagaimana menempatkan esprit de corps dengan NKRI yang sering dikatakan harga mati itu?

Esprit de corps atau jiwa korps adalah istilah Perancis: esprit (spirit) de (dari) corps (tubuh). Tubuh sebagai metafora menggambarkan sekelompok orang yang bersatu seperti satu tubuh, mengacu kepada solidaritas, kebanggaan, pengabdian, dan kehormatan setiap anggota kelompok. Dalam definisi yang ketat, militer atau TNI kerap dimasukkan dalam entitas yang memiliki karakter itu dan hal ini selalu dimaknai dalam konotasi positif.

Semangat korps adalah kapasitas anggota kelompok mempertahankan kepercayaan kepada institusi atau tujuan, terutama dalam menghadapi musuh atau kesulitan. Semangat korps sering diwakilkan oleh otoritas figur sebagai pertimbangan nilai generik dari kemauan, ketaatan, dan disiplin diri dari kelompok yang bertugas melaksanakan tugas yang diberikan atasan. Alexander H Leighton (1949) menegaskannya sebagai kemampuan sekelompok orang bekerja sama terus-menerus dan konsisten dalam mengejar tujuan yang sama.

Dalam ilmu militer, tersua dua makna untuk semangat korps ini. Yang terutama berarti kohesi unit, kohesi gugus tugas, atau kohesi kelompok militer lainnya. Yang lain adalah bala tentara dengan jalur pasokan yang baik, jaminan perlindungan yang mencukupi kebutuhan mereka, dan tujuan yang jelas. Keseluruhan ini akan berkontribusi terhadap performa militer yang memiliki moral/semangat yang baik atau tinggi.

Historis unit militer elite, seperti pasukan operasi khusus, memiliki semangat tinggi karena pelatihan mereka dan kebanggaan dalam unit mereka. Ketika moral suatu unit dikatakan habis, berarti itu sudah mendekati crack and surrender, seperti yang terjadi dengan unit Italia di Afrika Utara dalam Perang Dunia II. Perlu dicatat, secara umum komandan tak hanya melihat moral atau semangat individu tertentu, tetapi juga semangat juang skuadron, divisi, batalion, kapal, dan lain lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com