Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para Penjaga Rahasia Kari Aceh

Kompas.com - 28/03/2013, 01:51 WIB

Koki kenduri

Penjaga rasa kari untuk kepentingan kenduri besar berbeda lagi. Setiap desa di Aceh pada umumnya memiliki seorang juru masak kari dan pencicipnya. Hampir dipastikan, mereka semuanya laki-laki. Di Aceh, memasak untuk kenduri memang dilakukan laki-laki. ”Kami memasak seekor-dua ekor kambing atau lembu. Kalau perempuan memasak sekilo-dua kilo daging,” ujar Razali Hanafiah, salah seorang pencicip kari di Meunasah Pupu, Kecamatan Ulim, Kabupaten Pidie Jaya.

Siang itu, Razali mencicipi kari kambing yang diolah keponakannya, Muhammad (45). Ia menyendok kuah dari kuali raksasa berisi kari. Ia diam sejenak, membiarkan lidahnya mencecap setiap jejak rasa. Kemudian, ia menganggukkan kepala tanda kari itu pantas dihidangkan untuk maulid hari itu. Semua orang yang berada di meunasah (mushala) Desa Pupu, Kecamatan Ulim, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, pun bernapas lega dan tersenyum gembira. Mereka lantas berbaris dengan piring berisi nasi menunggu pembagian kari. Begitulah, satu anggukan kepala Razali sudah cukup untuk memulai sebuah pesta kari.

Razali adalah tokoh penting di setiap kenduri di Desa Pupu. Di lidah Razali-lah, rahasia kelezatan kari desa itu berada. Hari itu ia tidak terlalu bergembira sebab rasa kari yang dimasak Muhammad, buatnya masih kurang sempurna. ”Sepertinya ada empat bumbu langka yang tidak dia gunakan. Payah (susah) memang mencarinya sekarang,” ujar Razali seusai pesta.

Razali memang memiliki otoritas sebagai penjaga kelezatan rasa kari di desanya. Ia memiliki pengalaman memasak kari sejak remaja. Awalnya, ia membantu berdagang mi aceh. Dari situ, kepiawaiannya meracik bumbu terasah. Pada tahun 1960-an, ia mulai memasak kari untuk keperluan kenduri. Posisinya sebagai pemasak kari kian mantap pada tahun 1990-an. ”Hampir setiap hari saya diminta masak kari untuk kenduri,” ujar Razali, yang selalu menggiling sendiri bumbu karinya dengan gilingan batu.

Seperti juru masak kari lainnya, Razali menciptakan resep kari dengan komposisi bumbu kari yang hanya ia ketahui sendiri. Dia menggunakan 24 macam bumbu, mulai dari cabai, lada, bawang, daun temurui, pandang, lawang keling, hingga kacakraci atau kaskas. Bumbu tersebut tidak ada yang ditimbang. ”Saya kira-kira saja, bergantung besar kecilnya kuali untuk memasak,” tutur Razali.

Sejak sepuluh tahun yang lalu, Razali menurunkan kepiawaiannya memasak kepada Muhammad. Kini, keponakan Razali itu menjadi ”pendekar” kari di desanya. ”Setiap ada kenduri di desa ini, saya diundang masak kari,” ujar Muhammad.

Kepiawaian memasak kari memang diturunkan dari generasi ke generasi. Dari paman kepada keponakannya, dari ayah kepada anaknya. Azhari Abdullah (59), misalnya, mewarisi keterampilan memasak kari dari ayahnya sejak masa SMA. ”Orangtua saya memberi tahu ini-itu. Jadi belajar masak karinya lama dan sedikit demi sedikit,” ujar Azhari, yang bekerja sebagai guru olahraga.

Setelah mahir membuat kari, orangtuanya melepas Azhari masak kari sendiri. Azhari pun mulai ”berkelana” dari satu kenduri ke kenduri lain, mulai tingkat desa sampai provinsi.

Akhir Februari lalu, Azhari memasak kari kambing untuk kenduri akikah. Ia mengaduk semua bumbu dan daging dengan tangan telanjang langsung di atas kuali yang apinya baru saja dinyalakan. ”Begini cara mengaduk supaya bumbu meresap ke dalam daging,” katanya kepada anak-anak muda yang membantunya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com