JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti berpendapat, Partai Demokrat akan mengalami kerugian besar jika Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Ketua Umum DPP Partai Demokrat.
"Saya tak tahu apakah teman-teman di Demokrat sudah melakukan kajian, simulasi politik mengenai untung ruginya kalau SBY jadi ketum partai? Buat saya, baik untuk SBY maupun Demokrat justru kerugian besar kalau SBY dipilih jadi ketum," kata Ikrar di Jakarta, Rabu ( 27/3/2013 ).
Seperti diberitakan, sebanyak 26 Ketua Dewan Pimpinan Daerah mengaku ingin agar SBY menjadi ketum. Sisanya, lima DPD, memilih Ani Yudhoyono. Proses pemilihan akan dilakukan dalam kongres luar biasa (KLB) di Bali pada 30-31 Maret 2013 .
Ikrar mengatakan, para pengurus Demokrat di daerah harus mempertimbangkan pernyataan SBY selaku Presiden kepada para menteri agar fokus bekerja hingga akhir jabatan di 2014 . Pernyataan itu berkali-kali disampaikan Presiden sejak dimulainya tahun politik di awal 2013 .
Jika para menteri selalu menyebut Presiden hanya akan mengurusi partai di Sabtu, Minggu, dan hari libur, Ikrar mempertanyakan, mengapa Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sampai menegur Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi ketika ikut mengkampanyekan pasangan yang diusung PDIP dalam Pilgub.
"Orang akan katakan, ohh benar Presiden lebih mementingkan partai dibanding negara," kata Ikrar.
Selain itu, tambah dia, Demokrat tidak akan dewasa jika SBY menjadi ketum. "Itu akan menjadikan Demokrat bayi yang terus menjadi bayi, tidak akan menjadi dewasa. Semua tergantung SBY. Itu jadikan Demokrat sebagai fans club SBY. Seorang pemimpin tidak akan bisa langgeng sampai akhir hayat," ucapnya.
Ikrar mempertanyakan apakah SBY masih laku untuk dijual dalam Pemilu. Ikrar berpendapat SBY tak lagi laku dijual lantaran berbagai masalah negara selama ini seperti kasus penyerangan Lapas di Sleman, pengerangan Markas Polres Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Berbagai kasus itu membuat legitimasi SBY merosot menjelang akhir masa jabatannya.
"Mungkin saja SBY menjadi ketum sebagai tokoh pemersatu di internal. Pertanyaannya, apakah dia sebagai Ketua Majelis Tinggi, Ketua Dewan Kehormatan, Ketua Dewan Pembina tidak cukup menjadi tokoh pemersatu? Apakah dia tidak percaya kepada orang lain yang bukan mustahil akan lebih mampu jadi pemersatu partai?," pungkas Ikrar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.