Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaderisasi Bisa Mandek

Kompas.com - 27/03/2013, 02:25 WIB

Jakarta, Kompas - Aspirasi untuk mengajukan Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dapat meredam konflik sekaligus memperkuat konsolidasi partai menyongsong Pemilu 2014. Namun, pilihan itu mencerminkan mandeknya kaderisasi sekaligus ketergantungan partai kepada figur SBY.

Deputi Direktur The Political Literacy Institute Iding R Hasan, Selasa (26/3), di Jakarta, mengatakan, nama SBY muncul karena elite partai belum menemukan figur tepat untuk menggantikan Anas Urbaningrum. Jaringan Anas di dewan pimpinan cabang (DPC) dan dewan pimpinan daerah (DPD) masih kuat dan mungkin saja mengusung calon ketua umum, seperti Wakil Sekretaris Jenderal Saan Mustopa.

Untuk jangka pendek, posisi SBY sebagai ketua umum dapat meredam konflik internal. Untuk jangka menengah, kepemimpinan SBY diyakini dapat mempermudah konsolidasi untuk menyiapkan partai menyongsong Pemilu 2014. Namun, untuk jangka panjang, posisi SBY sebagai ketua umum partai justru mengerdilkan Demokrat karena kaderisasi mandek.

Iding menyarankan Partai Demokrat memilih kader lain untuk menjadi ketua umum baru. Ada beberapa nama yang disebut-sebut, seperti anggota Dewan Pembina, Marzuki Alie, atau Saan Mustopa. Yudhoyono lebih pas tetap ditempatkan sebagai Ketua Majelis Tinggi yang menentukan, tetapi tidak harus terjun dalam kegiatan operasional partai.

Pengusungan nama SBY, ujar Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute Hanta Yuda AR, menandakan Demokrat semakin terjebak pada personalisasi politik dan gagal menyelesaikan urusan-urusan keorganisasian. Partai Demokrat kian mengalami kemunduran dalam konteks demokratisasi dan institusionalisasi kelembagaan partai.

Karena itu, Sukardi Rinakit, peneliti senior Soegeng Sarjadi Syndicate, menyarankan, sebaiknya jangan SBY yang menjadi ketua umum. ”Posisi SBY lebih tinggi dari sekadar ketua umum. Posisi sekarang sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat dan Dewan Pembina sudah pas. Jangan ditambah lagi dengan urusan ’eksekutif’ partai. Hal itu malah mendegradasi kewibawaan SBY dan dapat menimbulkan kesan SBY kurang bijak. Banyak figur lain bisa menggantikan SBY,” kata Sukardi.

Maka, menjelang kongres luar biasa (KLB), Ketua DPP Partai Demokrat I Gede Pasek Suardika mengatakan, masih terbuka tiga opsi, yaitu pemilihan aklamasi, musyawarah mufakat, atau opsi lain berupa kompetisi. ”Kalau SBY yang diusung, itulah aklamasi. Namun, kalau Bu Ani Yudhoyono, KLB menjadi berbentuk musyawarah mufakat. Dan, kalau di luar itu semua, akan terjadilah kompetisi,” ujarnya. Jika opsi kompetisi, hal itu akan mengerucut pada Saan Mustopa, Marzuki Alie, dan calon dari Cikeas. Karena itu, pilihan terbaik adalah opsi pertama atau kedua.

DPD Partai Demokrat Jawa Timur, misalnya, menginginkan SBY mau menjadi ketua umum demi menjaga soliditas partai. Namun, KLB juga akan menetapkan ketua harian untuk mendampingi Yudhoyono. ”Semua setuju jabatan ketua umum diserahkan kepada Pak SBY dalam rangka soliditas partai dan sifatnya sementara, hanya selama dua tahun,” ujar Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Timur Soekarwo di Surabaya.

Jika nanti SBY ditetapkan menjadi ketua umum, kata Soekarwo, dalam KLB tersebut juga akan dipilih ketua harian untuk membantu SBY menjalankan tugas. ”Saya tidak tahu siapa, kita serahkan kepada Pak SBY,” ucapnya.

Bagi Ketua Divisi dan Advokasi Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat Denny Kailimang, jika SBY menjadi ketua umum, hal itu jangan dilihat dalam konteks keorganisasian biasa. Ada kondisi darurat yang melatarbelakangi proses terpilihnya SBY sebagai ketua umum.

Meskipun dukungan sangat besar, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Achmad Mubarok, memperkirakan SBY tidak akan bersedia. Dukungan itu justru akan dipakai SBY sebagai legitimasi untuk menunjuk ketua umum. ”Dukungan dari DPD- DPD kepada Pak SBY merupakan modal besar agar pemilihan ketua umum berlangsung secara musyawarah untuk mufakat. Nanti, siapa pun yang ditunjuk Pak SBY akan bisa diterima oleh peserta kongres,” kata Mubarok.

Menurut M Qodari dari Indo Barometer, kalau menjadi ketua umum, SBY menurunkan kelasnya. Struktur Partai Demokrat juga harus disesuaikan jika Yudhoyono menjadi ketua umum. Dengan menjadi ketua umum, lanjut Qodari, SBY akan bersaing dengan sejumlah kader, termasuk mantan Ketua DPC Partai Demokrat Cilacap Tri Dianto.

Namun, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengingatkan, menjadi ketua umum partai dan sekaligus mengurus negara sangat berat. ”Kalau beliau (SBY) jadi ketua partai, itu sah-sah saja karena dulu presiden juga jadi ketua partai. Bu Megawati ketua partai, Gus Dur ketua partai, jadi tidak salah juga. Kita tidak ingin salahkan begitu,” kata Kalla.

Meski demikian, lanjutnya, dengan kesibukan menjalankan tugas sebagai kepala negara, bisa saja SBY tidak maksimal saat harus mengurusi partai juga. ”Ada dua presiden sebelumnya dan saya wakil presiden juga ketua partai, ini bisa menjalankan juga. Tetapi, tidak mudah untuk dewasa ini. Itu dari pengalaman saya,” ujar Kalla.(IAM/LOK/OSA/DIK/ILO/RAY/NWO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com