Hal itu dikemukakan peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Ade Irawan, pada diskusi ”Menyoal Dana Partai Politik” di Hotel Harris, Tebet, Jakarta. Hadir pula pembicara lain yang juga peneliti ICW, Apung Widadi, dan peneliti dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), Philips Vermonte.
Menurut Ade, secara formal pendanaan parpol berasal dari iuran anggota parpol, sumbangan pihak ketiga yang sah menurut ketentuan, dan subsidi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Namun, saat ini, sumber pendanaan terbesar parpol berasal dari korupsi anggaran melalui proyek-proyek. Korupsi proyek pusat olahraga di Hambalang dan wisma atlet SEA Games di Palembang merupakan contoh bagaimana parpol ingin mendapatkan kucuran dana dari proyek pemerintah.
Ade menekankan, menjelang Pemilu 2014, parpol membutuhkan dana besar untuk membiayai sejumlah kampanye dan biaya politik lain mengingat biaya politik di Indonesia cukup besar. Apalagi, banyak kegiatan parpol yang tidak terstruktur sehingga keuangan tidak terencana baik dan membutuhkan biaya besar. Dana tersebut juga digunakan untuk membeli konstituen parpol saat pemilu. ”Kalau tidak dari memotong anggaran, dari mana lagi?” tanya Ade.
Kader-kader parpol yang ingin mendapatkan posisi strategis pada Pemilu 2014 akan memanfaatkan anggaran di kementerian ataupun instansi lain untuk diberikan kepada parpol pengusung. Setoran kepada parpol merupakan bagian penting bagi politisi agar tetap diperhitungkan dan memiliki pengaruh.
Kader yang rajin membiayai kegiatan atau memberi setoran biasanya akan ditempatkan pada posisi strategis. Persentase sumbangan setiap kader yang duduk di berbagai lembaga negara berbeda-beda.
Dana yang diperoleh dengan cara yang tidak benar tersebut mengakibatkan parpol tidak transparan dalam hal keuangan. Menurut Apung Widadi, dari uji akses informasi terhadap dewan pengurus pusat parpol, sebagian besar tidak transparan dalam keuangan. Saat ICW meminta laporan keuangan, parpol cenderung lama dalam merespons, bahkan hingga bertahun-tahun baru memberikan laporan keuangan tersebut. Parpol beralasan, hanya dana yang diperoleh dari subsidi APBN yang wajib dilaporkan. Dana dari sumber lain tidak perlu dilaporkan.
Philips Vermonte dari CSIS mengatakan, pendapatan yang diperoleh parpol semestinya digunakan dalam pelaksanaan program, mencakup pendidikan politik dan kegiatan operasional sekretariat parpol. Namun, sebagian besar pendapatan justru digunakan untuk kegiatan operasional kantor, bukan untuk pendidikan politik.