Jakarta, Kompas
”Selama nilai tukar rupiah tidak bergerak liar di atas ambang psikologis Rp 10.000 per dollar AS, utang luar negeri swasta belum menjadi faktor risiko yang dapat memicu lingkaran krisis yang dimulai dari krisis utang swasta,” kata ekonom Sustainable Development Indonesia Dradjad Hari Wibowo kepada Kompas di Jakarta, Jumat (22/3).
Masalahnya, menurut Dradjad, neraca perdagangan dan transaksi berjalan serta tren inflasi saat ini telah membuat rupiah tertekan. Dradjad menyatakan, saat ini rupiah sudah diperdagangkan melebihi fundamennya. Sepekan ini, merujuk pada kurs tengah Bank Indonesia, rupiah melemah 25 poin ke level Rp 9.743 per dollar AS.
Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Lana Soelistianingsih menyatakan, ekonomi Indonesia saat ini menghadapi defisit kembar (twin deficit) yang cukup serius.
Rasio defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013 sebesar 1,65 persen dari produk domestik bruto (PDB), dan defisit transaksi berjalan sebesar 2,7 persen dari PDB.
”Pengalaman krisis tahun 1997-1998 di antaranya karena defisit kembar yang dibiayai dengan porsi utang swasta yang besar. Saat ini utang luar negeri swasta mencapai 49,8 persen dari total utang luar negeri Indonesia sebesar 242 miliar dollar AS,” kata Lana.
Dradjad menyatakan, faktor risiko terbesar saat ini ada pada neraca perdagangan dan penyebab utamanya adalah impor migas. Sebagai Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional, partai pendukung pemerintah, Dradjad mengaku sangat mengerti keengganan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta A Tony Prasetiantono menyatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seharusnya berpikir bahwa subsidi energi senilai Rp 300 triliun adalah jumlah yang sangat besar. Jumlah itu bahkan lebih besar daripada ongkos perkiraan untuk pembuatan jembatan Selat Sunda senilai Rp 200 triliun.
”Saya usul agar harga BBM dinaikkan menjadi Rp 6.000 per liter. Namun khusus untuk sepeda motor harganya tetap seperti saat ini sebesar Rp 4.500 per liter,” kata Tony.