JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Gerindra menilai penerapan pasal santet dalam rancangan undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidanda (KUHP) masih harus didalami lagi. Pasalnya, penerapan pasal harus berdasarkan fakta yang kuat sementara saat ini ada sebagian anggota masyarakat yang tak percaya soal praktik santet.
"Di masyarakat juga saya amati masih terpecah dalam menyikapi santet ini. Sebagian mengakui adanya santet, sedangkan sebagian lagi tidak mempercayainya benar-benar ada. Kalau merumuskan suatu tindak pidana dalam KUHP, tentu harus memiliki dasar dan fakta yang kuat," kata anggota Komisi III dari Fraksi Partai Gerindra Martin Hutabarat di Jakarta, Kamis (21/3/2013).
Martin mengatakan, fraksinya akan menanyakan terlebih dulu alasan pemerintah memasukkan santet ini dalam rancangan KUHP anyg diajukan ke DPR saat ini. Komisi III masih perlu mendalami naskah akademis yang berkaitan dengan pasal tersebut.
"Jangan sampai DPR memutuskan santet masuk dalam undang-undang, namun nanti polisi, jaksa, serta hakim kesulitan untuk menerapkan hukumnya karena membuktikannya susah," ucap anggota Badan Legislasi ini.
Pasal santet
Kejahatan-kejahatan ilmu hitam dibahas dan diatur dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Umum Hukum Pidana (RUU KUHP) yang tengah digodok Dewan Perwakilan Rakyat. Setiap orang yang berupaya menawarkan kemampuan magisnya bisa terancam pidana lima tahun penjara. Aturan tersebut diatur dalam Bab V tentang Tindak Pidana terhadap Ketertiban Umum yang secara khusus dicantumkan dalam Pasal 293. Berikut ini kutipan pasal yang mengatur tentang santet dan ilmu hitam lainnya itu:
"(1) Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV;
(2) Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya ditambah dengan sepertiga."
Sementara dalam penjelasannya disebutkan bahwa ketentuan itu dimaksudkan untuk mengatasi keresahan masyarakat yang ditimbulkan oleh praktik ilmu hitam (black magic) yang secara hukum menimbulkan kesulitan dalam pembuktiannya. Ketentuan ini dimaksudkan juga untuk mencegah secara dini dan mengakhiri praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap seseorang yang dituduh sebagai dukun teluh (santet).
Selengkapnya, ikuti di topik pilihan:
Kontroversi Pasal Santet