Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Pecandu Narkoba Memulai Hidup di Hutan

Kompas.com - 21/03/2013, 07:32 WIB

LAMPUNG BARAT, KOMPAS.com - Kembali ke alam. Inilah strategi Badan Narkotika Nasional untuk memulihkan mantan pencandu narkotika. Salah satu lokasi untuk menjalani pascarehabilitasi berbasis alam adalah Tambling Wildlife Nature Conservation di Kecamatan Bengkunat Blimbing, Kabupaten Lampung Barat, Lampung.

Tahun 2012, sekitar 80 mantan pencandu yang direhabilitasi di Lido, Jawa Barat, menjalani pemulihan di Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) selama dua bulan. Di kawasan seluas 45.000 hektar, yang dikelola Grup Artha Graha, itu mantan pencandu atau residen benar-benar kembali ke alam. Mereka tak hanya menghirup udara di hutan yang dihuni sekitar 20 harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), tetapi juga dibekali keterampilan sebelum kembali ke masyarakat.

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Anang Iskandar, saat mengunjungi TWNC, beberapa waktu lalu, mengatakan, dibutuhkan tempat bagi residen untuk menjalani pascarehabilitasi. TWNC hanyalah satu, dari banyak tempat yang dibutuhkan, untuk memulihkan mantan pencandu narkoba menyiapkan diri menjalani hidup normal.

Saat ini sekitar empat juta pencandu narkoba mendesak direhabilitasi dan menjalani program pemulihan. Rehabilitasi secara medis dilakukan BNN, salah satunya di Panti Rehabilitasi Lido. Sejumlah pihak swasta juga menyelenggarakan program rehabilitasi. Daya tampung Lido hanya 2.000 residen per tahun.

Setelah menjalani rehabilitasi secara medis, kata Anang, sebagian mantan pencandu dibawa ke TWNC. Di tengah hutan itu, residen dibekali keterampilan perbengkelan, peternakan, pertanian, kebersihan, dan mengelola restoran. Mereka didampingi konsuler dan tenaga medis sehingga saat meninggalkan TWNC, residen benar-benar siap kembali ke masyarakat, produktif, dan hidup sehat.

Menurut Tomy Winata, pemilik Grup Artha Graha, yang sudah 16 tahun mengelola TWNC, selama menjalani program pascarehabilitasi, mantan pencandu benar-benar disiapkan mentalnya. Residen mengikuti berbagai kegiatan berbasis konservasi alam dan pengenalan dunia kerja. Mereka juga dilibatkan menjaga dan melestarikan kawasan alam TWNC sebagai salah satu paru-paru dunia. Apalagi TWNC memiliki pesona pantai dan hutan.

Tomy Winata pekan lalu juga memaparkan program rehabilitasi untuk mantan pencandu narkoba itu dalam sidang Komisi Narkotika dan Obat-obatan dari Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Narkotika dan Kejahatan (United Nations Office on Drugs and Crime/UNODC) di Vienna, Austria. Yury Fedotov, Direktur Eksekutif UNODC, pada Desember 2012 berkunjung ke TWNC. Ia memandu pemaparan di depan perwakilan negara dan organisasi antinarkotika sedunia itu.

Fedotov mengapresiasi program pascarehabilitasi unik yang dikelola Artha Graha Peduli dan BNN itu. Ia juga berharap program rehabilitasi di TWNC bisa menjadi percontohan yang baik bagi negara lain di dunia.

Apalagi, di kawasan hutan konversi, yang adalah bagian dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, itu kini tak ada lagi pembalakan (penebangan liar dan pencurian kayu). Pantainya juga bebas dari sampah. Sampah di pinggir pantai rutin dibersihkan. Jika terkumpul, dibawa ke Lampung untuk dijual, terutama sampah plastik.

Menurut Tomy Winata, fasilitas pendukung untuk rehabilitasi mantan pencandu narkoba di kawasan itu terus dilengkapi. Hal itu untuk menjadikan residen segera pulih.

Akmad Basori dari Artha Graha Peduli menambahkan, residen umumnya betah tinggal di TWNC meski tak bebas berkomunikasi dengan dunia luar. ”Jaringan telekomunikasi di sini minim karena hutan belantara. Kalau sudah di lokasi ini, sulit untuk bepergian ke daerah lain. Paling jauh ke rumah penduduk di Dusun Pengekahan, Desa Waiharu, Kecamatan Bengkunat, yang berada di dalam kawasan TWNC,” tuturnya.

Kemungkinan residen melarikan diri keluar dari kawasan TWNC amat kecil karena tempat tinggal selama menjalani proses pemulihan berada di tengah hutan belantara. Namun, bukan hanya residen yang betah tinggal di kawasan itu, satwa seperti rusa, gajah, ayam hutan, dan kerbau hutan juga betah.

Bahkan, jumlahnya terus bertambah. Gajah, misalnya, kini minimal ada 100 ekor. Rusa dan kerbau hutan bisa mencapai ratusan ekor, karena setiap kali muncul pada malam hari, mereka bergerombol. Satwa itu berkembang di hutan yang memiliki Danau Seileman dan Danau Menjukut.

Keterlibatan warga

Di desa dengan penghuni sekitar 160 keluarga atau 500 jiwa itu juga terdapat kompleks sekolah, dari pendidikan anak usia dini, sekolah dasar, dan sekolah menengah pertama. Menurut Kusairi (48), tokoh adat di desa itu, guru di sekolah itu umumnya berstatus honorer, dengan penghasilan Rp 600.000 per bulan dari pengelola TWNC. Pemerintah daerah menambah dengan uang mengajar sebesar Rp 17.500 per jam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com