Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Basarah: Eksekusi Adami Sesuai Kepentingan Nasional

Kompas.com - 18/03/2013, 17:15 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Eksekusi mati terhadap terpidana mati kasus narkotika Adami Wilson (42) warga negara Nigeria oleh Kejaksaan RI dinilai sudah sesuai dengan hukum, rasa keadilan masyarakat, dan kepentingan nasional Indonesia.

Hal itu dikatakan anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan Dewan Perwakilan Rakyat Achmad Basarah ketika dihubungi, Senin (18/3/2013).

Basarah mengatakan, eksekusi Adami layak dilakukan lantaran dia tetap saja menjalankan bisnis narkoba di dalam penjara. Dengan demikian, kata dia, Adami memang gembong narkoba yang berbahaya. Berbeda jika terpidana mati berubah sikap selama di dalam lembaga permasyarakatan.

"Bagi terpidana mati yang dalam masa penahanannya menunjukkan perilaku baik, menyesal, dan tidak mengulangi perbuatannya, saya setuju jika hukuman matinya menjadi seumur hidup," kata Basarah.

Basarah tidak sependapat dengan pandangan bahwa hukuman mati Adami melanggar hak asasi manusia (HAM). Penegakan HAM di Indonesia, kata dia, tidak boleh mengalahkan kepentingan nasional untuk melindungi rakyat dari ancaman dan bahaya peredaran narkoba.

"Negara kita bukan penganut HAM universal yang segala kebebasan diperbolehkan tanpa memperhatikan kepentingan nasional. Kita juga harus waspada dan selektif terhadap pemikiran-pemikiran penegakan HAM yang didalamnya mengandung perlindungan terhadap kepentingan kapitalisme internasional, termasuk di dalamnya kapitalisme narkoba dunia," kata dia.

Basarah juga berpendapat, hukuman mati perlu tetap diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) selanjutnya. RUU KUHP akan dibahas di Komisi III DPR. Jika tidak diatur, kata dia, dikhawatirkan nantinya akan semakin meningkatkan tindakan kriminal keji seperti pembunuhan.

"Nanti lama-lama orang Indonesia tidak segan-segan untuk saling membunuh, apalagi jika alasannya adalah agama. Saya sepakat pada konteks vonis maupun pelaksanaan eksekusi matinya kita harus selektif," kata Wakil Sekjen DPP PDIP itu.

Ketika ditanya anggapan eksekusi mati Adami itu akan mempersulit pemerintah Indonesia dalam membela warga negara Indonesia (WNI) yang divonis mati di luar negeri, Basarah mengatakan, tidak bisa dikaitkan antara kasus di dalam negeri dengan tindakan WNI di luar negeri.

"Menurut saya beda kasusnya. Terhadap WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri, kita wajib membelanya. Tapi jangan di-barter dengan sanksi hukuman mati para gembong narkoba yang beroperasi di Indonesia," pungkas dia.

Seperti diberitakan, Kejaksaan telah mengeksekusi mati Adami yang ditangkap pada 2003 atas kasus narkotika. Ia sempat menjalani kurungan di Lapas Tangerang, Banten, kemudian dipindah ke Nusakambangan, Jawa Tengah. Sebelum dieksekusi, Adami telah mendekam di penjara selama 10 tahun.

Dalam masa tahanan itu, Adami disebut menjalani bisnis sabu seberat 8,7 kilogram senilai Rp 17,4 miliar dengan menugaskan kurirnya. Ia kembali ditangkap BNN pada September 2012 lalu saat sedang menjalani perawatan di RSUD Cilacap.

Eksekusi itu kemudian dikecam oleh para aktivisi hak asasi manusia yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Menghapus Hukuman Mati (HATI). Mereka menilai eksekusi mati itu melanggar HAM dan menjadi langkah mundur bagi kebijakan HAM di Indonesia. Mereka juga menyinggung banyaknya WNI yang divonis mati di luar negeri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi kasus APD Covid-19

Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi kasus APD Covid-19

Nasional
Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Nasional
Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Nasional
Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Nasional
Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Nasional
Petugas 'Ad Hoc' Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Petugas "Ad Hoc" Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Nasional
Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Nasional
Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Nasional
Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasional
KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Nasional
Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Nasional
Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Nasional
KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

Nasional
KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com