Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rakyat Tidak Butuh Cucu Pemimpin Sejati

Kompas.com - 18/03/2013, 11:34 WIB
Litbang KOMPAS

Penulis

KOMPAS.com - Politik dinasti sering dipertentangkan dengan meritokrasi. Politik dinasti kerap dimaknai dekat dengan nepotisme dan kolusi. Betapa tidak, politik dinasti diartikan sebagai praktik pendistribusian kekuasaan di antara anggota keluarga sedarah.

Praktik ini dilakukan bukan saja untuk memastikan suksesi kekuasaan, melainkan juga untuk melanggengkan akses terhadap kekuasaan politik dan ekonomi di tangan satu keluarga atau klan tertentu. Sementara itu, meritokrasi menekankan pada sistem yang memberi tempat kepada mereka yang berprestasi untuk menjadi pemimpin.

Politik dinasti merupakan fenomena global. Tak hanya di Indonesia, dinasti politik juga tumbuh dan berkembang di dunia. Dinasti politik Kennedy dan Bush di Amerika Serikat, keluarga Aquino, Arroyo, dan Conjuangco di Filipina, Gandhi di India, dan Bhutto di Pakistan adalah beberapa contohnya. Meski demikian, kekuasaan trah politik tersebut tidak kekal.

Dinasti Kennedy, misalnya. Selama lebih dari 64 tahun, nama Kennedy terus berkibar di jagat politik AS. Mendiang John F Kennedy, sebelum terpilih sebagai presiden pada 1960, telah mengabdikan dirinya di senat dan parlemen sejak 1947. Adiknya, Robert Kennedy, yang tewas ditembak pada 1968 adalah mantan jaksa agung 1961-1964. Edward Kennedy menjadi senator dari Negara Bagian Massachusetts 1962-2009.

Kematian Senator Edward Kennedy pada 2009 dinilai banyak pihak menandai berakhirnya penguasaan trah Kennedy di level tinggi kekuasaan politik. Sejumlah skandal dan tragedi melingkupi keluarga terpandang tersebut. Terakhir, Patrick Kennedy, anak Edward Kennedy, harus mundur dari senat pada 2010 karena masalah alkohol dan obat bius. Saat ini, Joseph P Kennedy III, cucu Robert Kennedy, sedang berupaya merebut kembali kejayaan nama Kennedy melalui pemilihan kongres di Negara Bagian Massachusetts.

Dinasti politik Gandhi memiliki kisah berbeda. Selama 65 tahun kemerdekaan India, dinasti Gandhi mendominasi politik. Jawaharlal Nehru; putrinya, Indira Gandhi; dan cucunya, Rajiv Gandhi; berhasil terpilih sebagai Perdana Menteri India. Indira dan Rajiv mengalami nasib naas tewas ditembak saat berkuasa. Saat ini, Partai Kongres yang dibesarkan trah Gandhi dipimpin Sonia Gandhi, janda mendiang Rajiv Gandhi.

Namun, generasi keempat Gandhi tak lagi ”laku” dijual. Rahul Gandhi, putra Rajiv yang digadang-gadang menggantikan Sonia, tak mampu memenangi hati rakyat. Pada Maret 2012, Partai Kongres mengalami kekalahan memalukan di Negara Bagian Uttar Pradesh. Dari 403 kursi parlemen yang diperebutkan, Kongres hanya mendapat 28 kursi. Bahkan, Kongres hanya menduduki peringkat keempat dalam pemilu di Uttar Pradesh yang berpenduduk 200 juta jiwa. Yang menyakitkan adalah kekalahan itu terjadi di negara bagian tempat Kongres pertama kali muncul sebagai sinar baru kemerdekaan India.

Padahal, upaya Rahul tak terbatas pada bentuk kampanye konvensional. Ia rela tidur beratap langit, berbagi sayur kacang dan roti dengan warga miskin, dan memelihara jenggot agar rakyat terpikat memilih partainya. ”Saya ingin memahami penderitaan Anda,” kata Rahul di hadapan warga miskin Uttar Pradesh.

Sejumlah pengamat menilai, dalam era egalitarian ini, nama besar keluarga tak bisa lagi dipakai untuk mendapat jabatan publik. ”Partai Kongres enggan menerima kenyataan bahwa para pemilih sudah lama tak terpikat pada hal berbau warisan,” tulis laman The First Post (Kompas, 12/3/2012). Partai Kongres ditinggalkan karena berbagai skandal korupsi. Rakyat butuh pemimpin sejati, bukan sekadar anak cucu pemimpin sejati.(BI Purwantari/Litbang Kompas)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com