Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dinasti Politik Menghambat Sirkulasi Elite

Kompas.com - 18/03/2013, 11:24 WIB

YOHAN WAHYU

Sirkulasi elite dalam konteks pergantian kepemimpinan politik adalah salah satu syarat bagi terwujudnya iklim demokrasi yang sehat. Fenomena kekerabatan politik dinilai berpotensi menghambat jalannya sirkulasi politik yang terbuka dan partisipatif.

Fenomena banyaknya hubungan kekerabatan dalam kepemimpinan politik di negeri ini semakin menguatkan gejala dinasti politik. Hal ini khususnya terekam dalam pemilu kepala daerah (pilkada) langsung. Petahana kepala daerah cenderung berupaya mempertahankan kekuasaan dengan melimpahkan dukungan kepada kerabatnya dalam pilkada. Data hasil kontestasi politik di tingkat lokal mencatat, tidak sedikit kerabat petahana sukses memenanginya.

Gejala ini dinilai publik cukup mengkhawatirkan, meski dari sisi perundang-undangan masih bisa dimungkinkan. Publik menilai pola penguasaan politik semacam itu bakal menjerumuskan kondisi politik menjadi tidak sehat dan berdampak negatif.

Hasil jajak pendapat Kompas pekan lalu merekam, separuh lebih responden (60,2 persen) menilai buruk bentuk kekerabatan politik.

Namun, kelompok responden lain menyebut gejala kekerabatan politik itu tidak lepas dari kontekstualisasi yang terjadi pada dinamika politik lokal. Sulit diingkari bahwa ikatan primordial, tingkat pendidikan, kesulitan ekonomi, dan keterbelakangan daerah masih menjadi ciri khas sebagian besar pemilih. Hampir 60 persen responden, misalnya, masih melihat kesamaan agama dan putra daerah sebagai faktor yang turut menentukan arah pilihan mereka dalam pilkada, meski penentu akhir bisa saja terakumulasi dalam kemampuan sang figur.

Maka, meskipun di atas kertas cenderung dipersoalkan, dalam praktiknya, kekerabatan politik sudah menggejala kuat. Identifikasi yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri mencatat, ada sekitar 57 kepala daerah yang kini sedang membangun dinasti politiknya. Di Provinsi Banten, misalnya, data kementerian menyebutkan, ada empat kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memiliki hubungan keluarga dengan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.

Politik kekerabatan dalam pola lain juga muncul, misalnya dalam pola regenerasi kepemimpinan daerah. Seperti yang terjadi dalam Pilkada Bangkalan, Jawa Timur, mantan Bupati Fuad Amin Imron digantikan putranya sendiri, Makmun Ibnu Fuad, yang saat ini tercatat sebagai bupati termuda se-Indonesia (usia 26 tahun). Pola lain adalah kekerabatan politik yang berbeda kamar, yakni antara kamar eksekutif dan legislatif. Wali Kota Pasuruan, Jawa Timur, misalnya, dikontrol oleh DPRD yang dipimpin anak kandungnya.

Berbagai pola kekerabatan politik ini jelas memengaruhi proses sirkulasi politik di tingkatan elite. Secara umum, akan sulit bagi ”pendatang baru” untuk menembus jejaring kekuasaan politik yang berkelindan dengan ikatan kekerabatan darah. Terlebih dalam praktiknya, sebagian besar petahana menggunakan kekuatan struktur birokrasi daerah untuk memenangkan kerabatnya dalam pertarungan pilkada.

Pembatasan

Idealnya, kekuasaan harus ada pembatasan. Publik pun setuju dengan apa yang saat ini diwacanakan pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemerintahan Daerah. Dalam draf RUU itu disebutkan, kerabat kepala daerah dilarang maju dalam pilkada sebelum ada jeda satu periode jabatan (lima tahun) sejak kerabatnya yang menjadi kepala daerah lengser.

Sebanyak 65,1 persen responden jajak pendapat ini setuju dengan usulan pembatasan tersebut. Bahkan sebagian besar sepakat jika pembatasan juga diperluas dalam satu wilayah provinsi. Artinya, selain dilarang maju dalam pilkada di daerah yang dipimpin kerabatnya yang akan lengser, kerabat kepala daerah sekaligus dilarang maju dalam pilkada daerah lain di satu provinsi yang sama.

Dukungan publik terhadap pembatasan praktik kekerabatan politik ini tidak lepas dari keprihatinan pada kerapnya kasus korupsi yang banyak melibatkan elite politik, termasuk kepala daerah. Di mata publik, kekerabatan politik membuka peluang praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Alasan inilah yang mendasari 62,3 persen responden mendukung pembatasan kerabat kepala daerah maju dalam pilkada. Selain korupsi, seperempat bagian responden juga melihat perlunya sirkulasi kekuasaan yang memberi kesempatan terbuka kepada tokoh atau kekuatan lain untuk memegang jabatan politik.

Dengan sirkulasi kekuasaan yang sehat, iklim politik tidak dikuasai oleh kelompok kepentingan tertentu, sekaligus menjadi kontrol terhadap kekuasaan. Pendekatan politik Vilfredo Pareto dan Gaetano Mosca terkait rolling class dan sirkulasi elite menyebutkan, sirkulasi elite akan melahirkan para elite baru yang menduduki struktur dan organisasi baru. Teori ini menjadi penegasan pentingnya sirkulasi elite. Jatuhnya rezim elite kerap diikuti jatuhnya seluruh gerbong yang menyertainya. Sirkulasi politik menjadi kontrol bagaimana sebuah kekuasaan dijalankan.

Rekrutmen politik

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com