Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gonjang-ganjing hingga Penggulingan Pemerintahan

Kompas.com - 15/03/2013, 15:42 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — "Wartawan di sini dulu," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seusai berbicara dalam pertemuan dengan perwakilan Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) yang terdiri dari 13 organisasi kemasyarakatan Islam, Kamis (14/3/2013) di Kantor Presiden, Jakarta. Mereka datang atas undangan Presiden.

Ketika itu, para wartawan bersiap-siap meninggalkan ruang pertemuan. Pasalnya, biasanya wartawan langsung diminta meninggalkan ruang pertemuan setelah Presiden berbicara. Setelah itu, pertemuan tertutup. Namun, saat itu Presiden meminta wartawan mendengarkan pernyataan LPOI yang diwakili Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj terlebih dulu.

Ketika membuka pernyataan, Said langsung menyinggung situasi politik. Mereka mengaku tidak terpengaruh sedikit pun dengan gonjang-ganjing politik belakangan ini. Yang menarik, mereka menyebut akan mendukung SBY hingga akhir masa jabatan. "Kami di belakang Bapak Presiden sampai 2014. Mudah-mudahan khusnul khotimah," kata Said.

Sehari sebelumnya, Presiden mengundang tujuh jenderal purnawirawan TNI Angkatan Darat. Mereka adalah Letnan Jenderal (Purn) Luhut Binsar, Jenderal (Purn) Subagyo HS, Jenderal (Purn) Fachrul Razi, Letjen (Purn) Agus Widjojo, Letjen (Purn) Johny Josephus Lumintang, Letjen (Purn) Sumardi, dan Letjen (Purn) TNI Suaidi Marasabessy.

Dalam penjelasan seusai pertemuan, mereka mengaku menerima informasi adanya upaya agar pemerintahan SBY-Boediono tidak berjalan hingga di akhir masa jabatan di 2014. Menurut mereka, tidak pantas jika ada pemikiran inkonstitusional untuk menjatuhkan pemerintahan.

"Itu adalah pemikiran segilintir manusia yang menurut saya tidak pantas. Kami mendengar itu, kami merespons dengan keras bahwa itu pikiran yang tidak wajar. Tidak ada alasan satu pun yang kuat untuk itu bisa dilaksanakan," kata Luhut.

Di awal pekan ini, Presiden SBY sudah lebih dulu bertemu mantan Komandan Jenderal Kopassus yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto. Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Fadli Zon mendampingi Prabowo. Kedatangan keduanya itu juga atas undangan Presiden.

Prabowo mengaku membicarakan banyak hal, di antaranya mengenai masalah ekonomi dan politik. Kepada wartawan, Prabowo menyampaikan anjurannya kepada semua pihak untuk membangun budaya demokrasi secara konstitusional. Sikap itu, kata Prabowo, yang selalu dipegangnya sejak dulu.

"Anda tidak puas? Anda mau perubahan? Monggo, silakan, salurkan. Pemilu tinggal setahun lagi. Sekarang kalau mau ada perubahan secara tidak konstitusional, apa maksudnya? Mau ganti pemerintahan di tengah jalan? Toh tinggal setahun lagi pemilu. Untuk apa?" kata Prabowo.

Sebelum mengundang Prabowo, tujuh jenderal purnawirawan, dan 13 ormas Islam; Presiden sempat menyinggung laporan Badan Intelijen Negara yang diterimanya. Hal itu disinggung Presiden sebelum melakukan lawatan kenegaraan ke Jerman dan Hongaria.

Presiden meminta kepada para elite politik dan kelompok-kelompok tertentu agar jangan keluar jalur demokrasi. Presiden juga meminta kepada mereka agar jangan ada upaya untuk membuat pemerintahan terguncang.

"Saya hanya berharap kepada para elite politik dan kelompok-kelompok tertentu tetaplah berada dalam koridor demokrasi. Itu sah. Tetapi kalau lebih dari itu, apalagi kalau lebih dari sebuah rencana untuk membuat gonjang-ganjingnya negara kita, untuk membuat pemerintah tidak bisa bekerja, saya khawatir ini justru akan menyusahkan rakyat kita," kata SBY.

Serangkaian pertemuan Presiden pada pekan ini menunjukkan bahwa kepala negara menganggap serius laporan intelijen. Namun, apakah ancaman adanya pihak-pihak yang menginginkan negara gonjang-ganjing sesungguhnya ada? Wallahu a'lam....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com