Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dinasti Politik Lokal Semakin Meluas

Kompas.com - 06/03/2013, 09:17 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Larangan kekerabatan dalam pencalonan kepala daerah diperlukan untuk menjaga semangat reformasi. Kekerabatan tumbuh di balik prosedur pemilihan kepala daerah langsung. Saat ini teridentifikasi ada 57 kepala daerah yang membangun dinasti politik lokal.

”Pemerintah mendukung kalau DPR sepakat bahwa larangan kekerabatan dalam pilkada diperluas dalam satu provinsi. Faktanya, hal seperti itu terjadi di banyak daerah,” kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan di Jakarta, Selasa (5/3).

Sebagian politik dinasti tampak pada suksesi langsung. Suami, istri, anak, ayah, kakak, saudara ipar diajukan menggantikan kepala daerah petahana. Namun, banyak pula suksesi tidak langsung di daerah itu juga, tetapi di daerah lain dalam satu provinsi.

Contoh paling menonjol adalah kekerabatan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Dia adalah kakak kandung Wakil Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah, kakak tiri Wali Kota Serang Tb Haerul Jaman, kakak ipar Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, dan anak tiri Wakil Bupati Pandeglang Heryani.

Ichsan Yasin Limpo yang kini Bupati Gowa adalah adik Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo. Di Sulawesi Utara, ada Wakil Bupati Minahasa Ivan SJ Sarundajang yang putra Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajang. Wali Kota Padang Sidempuan Andar Amin Harahap adalah anak Bupati Padang Lawas Bachrum Harahap. Kendati Zulkifli Nurdin sudah tidak menjabat Gubernur Jambi, putranya, Zumi Zola, kini jadi Bupati Tanjung Jabung Timur.

Politik kekerabatan ini menunjukkan akar feodalisme dan tradisi monarki di Indonesia belum sepenuhnya berubah. Bukan meritokrasi yang melandasi pilkada, melainkan nepotisme dan kolusi yang berusaha dirobohkan dalam Reformasi 1998.

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi pun menyetujui usulan DPR bahwa larangan politik dinasti diperluas. ”Kalau DPR sepakat, pemerintah setuju saja. Tapi, ini hanya untuk lingkup setiap provinsi. Kalau lingkup nasional, diatur dalam perundang-undangan lain,” tuturnya.

Akses kekuasaan

Ditambahkan, larangan ini tidak melanggar hak asasi orang perorang untuk mencalonkan diri dalam pilkada jika dihadapkan pada hak asasi orang banyak. Politik dinasti mengesankan akses kekuasaan hanya ada pada segelintir kalangan.

Sementara itu, anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada Komisi II DPR, A Malik Haramain, mengemukakan, pembatasan kerabat kepala daerah itu baik untuk membangun politik yang adil. Politikus PKB itu menjelaskan, esensi demokrasi adalah persaingan yang adil.

Menurut pemimpin Panja RUU Pilkada Agun Gunanjar Sudarsa, semua kluster materi dalam RUU Pilkada sudah dibahas. Saat ini, pemerintah diminta menyusun ulang pandangan pemerintah serta fraksi-fraksi.

Meski didasari niat baik, pakar hukum tata negara Andi Irmanputra Sidin mengatakan, pengaturan politik dinasti rawan digugat. Hak konstitusional warga negara tidak bisa dibatasi. Yang mesti dilakukan negara adalah mencegah seseorang menyalahgunakan kekuasaan untuk menguntungkan kerabatnya, bukan sekadar mencantumkan larangan yang menghilangkan hak konstitusional warga negara.(INA/NTA/DIK)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com