Jakarta, Kompas -
Dalam pemungutan suara yang diikuti 48 dari 56 anggota Komisi III, Arief yang akan menjadi hakim konstitusi hingga 1 April 2018 memperoleh 42 suara. Dia mengalahkan Sugianto yang mendapat lima suara dan Djafar Albram yang meraih satu suara.
Sebenarnya, ada enam pendaftar hakim konstitusi. Namun, tiga lainnya mengundurkan diri, yaitu Patrialis Akbar, Lodewijk Gultom, dan Ni’matul Huda.
”Dalam uji kelayakan dan kepatutan, Arief terlihat menguasai hukum konstitusi. Dia juga punya keberanian dalam bersikap, misalnya soal penolakannya terhadap pernikahan sejenis. Hal-hal seperti itu amat dibutuhkan oleh MK,” kata Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika.
Pasek juga berharap hakim konstitusi tidak menjadi pengamat politik. Pernyataan yang disampaikan harus proporsional dan profesional. ”Saya bicara untuk hakim konstitusi ke depan,” jawab Pasek saat ditanya apakah pernyataannya merupakan kritik terhadap sebagian hakim konstitusi saat ini.
Dalam uji kelayakan dan kepatutan, kemarin siang, Arief, antara lain, juga mengatakan, MK bukan merupakan lembaga politik. Hakim konstitusi harus menghindari pernyataan yang kontroversial dan harus independen dari masalah politik.
Arief mengawali uji kelayakan dan kepatutan dengan mempresentasikan makalahnya yang berjudul ”Prinsip Ultra Petita dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Pengujian Undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Dalam uji kelayakan dan kepatutan ini, satu dari tiga calon hakim konstitusi sempat tidak dapat menyebutkan lima sila Pancasila dengan benar. Calon ini salah menyebut sila kedua yang berbunyi ”Kemanusian yang adil dan beradab” menjadi ”Peri kemanusiaan...”. Saat menyebut sila keempat, kata ”perwakilan” diganti dengan ”keadilan”.
Anggota Komisi III DPR, Ahmad Basarah, yang meminta calon tersebut menyebutkan isi lima sila Pancasila, amat menyayangkan kesalahan itu. Pasalnya, tugas hakim konstitusi antara lain menguji UU atas UUD 1945. Pancasila ada dalam Pembukaan UUD 1945. ”Bagaimana bisa memahami nilai-nilai Pancasila kalau konstruksinya tidak hafal?” ujarnya.