Selain memberikan dana "ontop", DPR juga mematok harga pencetakan Al Quran sangat tinggi yaitu Rp 75.000 per eksemplar. Padahal di APBN 2011, hanya Rp 32.000 per eksemplar. "Mendengar harga segitu, Pak Dirjen terkejut, kok sebesar itu ya?" papar Abdul.
Hakim Afiantara bertanya, apakah Dirjen menyetujui anggaran "ontop" yang melonjak tinggi tersebut. "Pertama menolak, akhirnya setuju. Alasannya masyarakat masih membutuhkan Al Quran. Beliau katakan, kalau harganya bisa disesuaikan dengan APBN 2011, kenapa tidak," kata Abdul.
Akhirnya, program penggandaan Al Quran disetujui dengan ketentuan biaya per eksemplar diturunkan dari Rp 75.000 menjadi Rp 35.000. Lelang pada APBN P 2011 akhirnya dimenangkan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I), dan APBN 2012 dimenangkan PT Sinergi Pustaka Indonesia.
Dalam dakwaan jaksa KPK, terungkap kedua perusahaan pemenang itu memiliki alamat yang sama, dan juga jajaran direksinya sama. Dua orang dari perusahaan yang berperan adalah Ali Djufrie dan Abdul Kadir Alaydrus. Dua perusahaan itu disebut jaksa sebagai perusahaan yang diusung terdakwa.
Terdakwa Zulkarnaen membantah anggaran "ontop" tersebut dari Senayan, apalagi dari dia. Anggaran tersebut merupakan anggaran murni dari pemerintah. Penetapan harga Al Quran Rp 75.000 per eksemplar juga bukan dari Senayan, tetapi berasal dari Biro Perencanaan Kemenag.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.