Menyebut kasus Hambalang tanpa melihat
Sebelum mengusut kasus ini, KPK menyidik kasus wisma
Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, majelis hakim menyebut Grup Permai dikendalikan Nazaruddin. Di pengadilan yang sama, Mindo mengungkapkan, Anas adalah pemimpinnya di PT Anugerah Nusantara pada 2008. Ketika itu, PT Anugerah
Ketika KPK mulai menyidik kasus suap wisma atlet inilah, pada 23 Mei 2011, Nazaruddin kabur ke luar negeri. Dia kabur ke Singapura hingga akhirnya ditangkap KPK di Cartagena, Kolombia, 7 Agustus 2011. Sebaiknya kita juga jangan lupa, hampir semua elite Partai Demokrat ketika itu tak ada yang mengakui Nazaruddin kabur. Mereka bilang dia hanya berobat jantung ke Singapura.
Dalam pelariannya, Nazaruddin mulai cerita soal proyek Hambalang. Dia menuturkan, korupsi wisma atlet tak seberapa dibandingkan dengan
KPK tak mau hanya berpegang pada pengakuan Nazaruddin. Beruntung KPK punya
Untuk bisa menggiring tender, mereka mengincar proyek ketika anggarannya hendak dibahas di DPR. Uang pun ditebar kepada anggota DPR dan pejabat pemerintah untuk bisa ”mengijon” proyek agar dimenangi Grup Permai atau perusahaan yang telah membayar fee kepada mereka.
Di sini, KPK punya saksi kunci, staf keuangan Grup Permai, Yulianis dan Oktarina Furi. Dua orang ini pemegang catatan keuangan, semacam log book Grup Permai yang berisi ke mana saja duit kas perusahaan mengalir dan digunakan untuk apa. Sejumlah nama penting tercatat di log book ini, dari
Bukti dan keterangan saksi-saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta menjadi penting untuk mengusut apa saja setelah suap wisma atlet. Dari kasus ini, KPK menetapkan Nazaruddin jadi tersangka pencucian uang dalam pembelian saham Garuda. Lalu, Angelina menjadi tersangka suap pembahasan anggaran di Kementerian Pendidikan Nasional serta Kemenpora.
Dari suap wisma atlet inilah, KPK menyelidiki kasus Hambalang. Hingga akhirnya, pada 19 Juli 2012, KPK menetapkan tersangka pertama kasus Hambalang, yaitu Deddy Kusdinar, pejabat Kemenpora yang juga pejabat pembuat komitmen proyek Hambalang. Menurut
Jadi, kasus Hambalang ini bukan halaman pertama. Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, ”Itu halaman ketiga, dan akan ada halaman keempat, kelima, dan seterusnya.”