Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud: Anas Korupsi, Sikat Saja

Kompas.com - 26/02/2013, 15:45 WIB
Sandro Gatra

Penulis

BOGOR, KOMPAS.com — Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD tak melihat ada politisasi dalam proses hukum terhadap mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum, seperti dalam bocornya draf surat perintah penyidikan (sprindik). Mahfud berharap agar bocornya draf sprindik itu tidak mengabaikan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Anas.

"Masalah sprindik itu mari kita persoalkan. Tapi, jangan menganggap kalau sprindik betul (dibocorkan), korupsinya lalu (dianggap) bersih. Korupsinya harus disikat. Oleh sebab itu, saya katakan enggak ada urusan politik," kata Mahfud sesuai menghadiri peresmian Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Mahkamah Konstitusi, di Desa Tugu Selatan, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Selasa (26/2/2013).

Mahfud mengaku hanya memberikan simpati ketika menemui Anas di Duren Sawit, Jakarta Timur, setelah Anas terjerat dalam perkara dugaan korupsi proyek Hambalang. Mahfud menganggap Anas sebagai adik. Menurutnya, hal sama selaku dilakukannya ketika ada kerabat lain yang tersangkut pidana.

Meski berempati, Mahfud menegaskan bahwa perkara Anas harus tetap berjalan. "Saya termasuk orang yang keras. Pokoknya kalau sudah korupsi jangan diampuni, siapa pun dia, apakah Anas atau bukan. Kalau korupsi sikat saja. Negara ini mau ambruk. Jangan kalau teman korupsi kemudian ditutupi, enggak boleh," kata dia.

Mahfud menilai wajar jika Anas membantah terlibat korupsi Hambalang. Hal itu biasa dilakukan oleh mereka yang terjerat. Hanya, kata dia, mereka tidak bisa menghindar ketika KPK membeberkan bukti yang dimiliki. "Kita akan terus memantau," pungkasnya.

Seperti diberitakan, KPK menyangka Anas melanggar Pasal 12 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Nama Anas pertama kali disebut terlibat dalam kasus ini oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

Dalam penyelidikan KPK terkait kasus Hambalang, Anas diduga diberi mobil mewah Toyota Harrier oleh Nazaruddin pada 2009. KPK memperoleh bukti berupa cek pembelian mobil tersebut sejak pertengahan tahun lalu. Cek pembelian ini sempat tidak diketahui keberadaannya.

Anas terus membantah tuduhan itu. Bahkan, Anas menuduh ada intervensi pihak luar terhadap KPK agar dirinya dijadikan tersangka. Anas mengkaitkan dengan beberapa peristiwa seperti desakan memperjelas statusnya, bocornya draf surat perintah penyidikan, hingga permintaan Majelis Tinggi Demokrat agar dirinya fokus pada perkara di KPK.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Skandal Proyek Hambalang

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

    Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

    Nasional
    Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

    Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

    Nasional
    Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama Seperti Anies Kemarin

    Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama Seperti Anies Kemarin

    Nasional
    Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

    Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

    Nasional
    Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

    Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

    Nasional
    Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

    Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

    Nasional
    Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

    Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

    Nasional
    Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

    Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

    Nasional
    Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

    Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

    Nasional
    Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

    Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

    Nasional
    Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

    Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

    Nasional
    Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

    Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

    Nasional
    Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

    Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

    Nasional
    Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

    Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

    Nasional
    Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

    Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com