BOGOR, KOMPAS.com — Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD tak melihat ada politisasi dalam proses hukum terhadap mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum, seperti dalam bocornya draf surat perintah penyidikan (sprindik). Mahfud berharap agar bocornya draf sprindik itu tidak mengabaikan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Anas.
"Masalah sprindik itu mari kita persoalkan. Tapi, jangan menganggap kalau sprindik betul (dibocorkan), korupsinya lalu (dianggap) bersih. Korupsinya harus disikat. Oleh sebab itu, saya katakan enggak ada urusan politik," kata Mahfud sesuai menghadiri peresmian Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Mahkamah Konstitusi, di Desa Tugu Selatan, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Selasa (26/2/2013).
Mahfud mengaku hanya memberikan simpati ketika menemui Anas di Duren Sawit, Jakarta Timur, setelah Anas terjerat dalam perkara dugaan korupsi proyek Hambalang. Mahfud menganggap Anas sebagai adik. Menurutnya, hal sama selaku dilakukannya ketika ada kerabat lain yang tersangkut pidana.
Meski berempati, Mahfud menegaskan bahwa perkara Anas harus tetap berjalan. "Saya termasuk orang yang keras. Pokoknya kalau sudah korupsi jangan diampuni, siapa pun dia, apakah Anas atau bukan. Kalau korupsi sikat saja. Negara ini mau ambruk. Jangan kalau teman korupsi kemudian ditutupi, enggak boleh," kata dia.
Mahfud menilai wajar jika Anas membantah terlibat korupsi Hambalang. Hal itu biasa dilakukan oleh mereka yang terjerat. Hanya, kata dia, mereka tidak bisa menghindar ketika KPK membeberkan bukti yang dimiliki. "Kita akan terus memantau," pungkasnya.
Seperti diberitakan, KPK menyangka Anas melanggar Pasal 12 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Nama Anas pertama kali disebut terlibat dalam kasus ini oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Dalam penyelidikan KPK terkait kasus Hambalang, Anas diduga diberi mobil mewah Toyota Harrier oleh Nazaruddin pada 2009. KPK memperoleh bukti berupa cek pembelian mobil tersebut sejak pertengahan tahun lalu. Cek pembelian ini sempat tidak diketahui keberadaannya.
Anas terus membantah tuduhan itu. Bahkan, Anas menuduh ada intervensi pihak luar terhadap KPK agar dirinya dijadikan tersangka. Anas mengkaitkan dengan beberapa peristiwa seperti desakan memperjelas statusnya, bocornya draf surat perintah penyidikan, hingga permintaan Majelis Tinggi Demokrat agar dirinya fokus pada perkara di KPK.
Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Skandal Proyek Hambalang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.