Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Tak Perlu Ikuti Permintaan SBY

Kompas.com - 25/02/2013, 13:45 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tak perlu menuruti permintaan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono agar memberikan penjelasan terkait alasan penetapan tersangka terhadap Anas Urbaningrum. Hal ini diminta SBY untuk menanggapi tudingan bahwa penetapan Anas sebagai tersangka karena tekanan politik.

"Penjelasan KPK hanya sekali, tidak perlu dan tidak relevan diulang-ulang. Penjelasan yang diulang-ulang, sebagaimana yang diminta oleh SBY di samping mubadzir, juga malah bisa kontraproduktif," ujar Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari di Jakarta, Senin (25/2/2013).

Politisi Partai Golkar ini menilai, KPK seharusnya membiarkan saja media massa mengulang-ulang penjelasan dari Juru Bicara KPK jika komisi itu memandang perlu untuk bereaksi. "Ini penting sebab akhir-akhir ini terlalu banyak sinyalemen atau pseudo teori yang muncul di tengah-tengah masyarakat yang cenderung semakin spekulatif meskipun kesannya logis dan rasional," katanya.

Publik, lanjut Hajriyanto, harus membiasakan diri menghormati lembaga-lembaga negara dengan segala fungsi dan kewenangan yang dimilikinya. Sikap kritis, diakuinya, memang wajar dilakukan di era demokrasi. Tetapi, sikap kritis itu tetap harus menyisakan penghargaan dan penghormatan kepada lembaga-lembaga negara itu. Menurut Hajriyanto, bentuk penghormatan terhadap KPK bisa dilakukan dalam dua bentuk. Pertama, dengan tidak melakukan intervensi atau tekanan kepada KPK untuk memutuskan atau tidak memutuskan sesuatu.

"Kedua, tidak mencurigai secara berlebihan dan eksesif terhadap setiap keputusan KPK. Sekali lagi, mengkritisi KPK boleh dan perlu, tetapi menolak secara kategoris setiap keputusan KPK adalah tidak elok," katanya.

Dengan adanya kasus ini, Hajriyanto melihat ke depan KPK perlu melakukan peningkatan mekanisme checks and balances. Selain itu, menurutnya, KPK harus lebih arif dan cerdas dalam memilih waktu yang tepat untuk pengambilan keputusan.

"Pemilihan waktu atau timing itu penting. Janganlah mengambil keputusan pada saat ada demonstrasi yang sedang menekan, atau pada saat ada tekanan kekuasaan. Sesuatu yang 'bener' itu belum tentu 'pener'. Ini semua untuk menghindari spekulasi-spekulasi atau praduga-praduga yang tidak produktif," ujarnya.

Sebelumnya, Anas Urbaningrum mengaku yakin tidak bersalah dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang seperti yang disangkakan KPK. Anas melihat penetapan tersangka dirinya adalah tekanan politik. Ia juga merasa divonis, setelah diminta untuk fokus menjalani proses hukumnya meski waktu itu belum jadi tersangka.

Pernyataan Anas itu pun langsung disikapi Majelis Tinggi Partai Demokrat yang dipimpin SBY. Rapat akhirnya menghasilkan tujuh butir keputusan yang salah satunya menyebutkan Partai Demokrat menyerahkan kepada KPK untuk memberikan tanggapan. Apakah benar Anas dijadikan tersangka tanpa ada alasan dan pertimbangan hukum apapun dan benar-benar karena motif politik, atau sebaliknya tidak seperti itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

    Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

    Nasional
    Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

    Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

    Nasional
    Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

    Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

    Nasional
    MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

    MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

    Nasional
    Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

    Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

    Nasional
    Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

    Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

    Nasional
    Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

    Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

    Nasional
    Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

    Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

    Nasional
    Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Nasional
    Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

    Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

    Nasional
    JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

    JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

    Nasional
    Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

    Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

    Nasional
    Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

    Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

    Nasional
    Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

    Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

    Nasional
    Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

    Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com