Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/02/2013, 22:13 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin mengatakan ada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang galau dalam menentukan status hukum Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum terkait kasus Hambalang. Hal ini disampaikan Nazaruddin seusai diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi simulator ujian surat izin mengemudi (SIM), Kamis (21/2/2013) malam.

“Yang saya lihat begini, Mas Anas yang mau ditersangkakan, tapi malah pimpinan KPK yang galau,” kata Nazaruddin. Menurut dia, kegalauan pimpinan KPK itu terjadi karena ada konflik kepentingan.

Nazaruddin menilai, bukti keterlibatan Anas dalam kasus Hambalang sudah cukup jelas sehingga pimpinan KPK seharusnya tidak ragu menetapkan Anas sebagai tersangka. “Kalau tidak tersangka, kita pertanyakan kredibilitas pimpinan KPK,” ucapnya.

Hanya saja, menurut Nazaruddin, ada dua pimpinan KPK yang tidak ingin Anas menjadi tersangka. Saat didesak untuk mengungkapkan dua nama pimpinan yang dimaksudnya itu, Nazaruddin mengatakan, pimpinan itu adalah dua orang yang tidak memaraf draf surat perintah penyidikan (sprindik) Anas. “Anda, kan, tahu siapa yang belum neken sekarang itu, ya, dua itu,” ujar Nazaruddin.

Sebelumnya, KPK memastikan akan menggelar perkara kasus Hambalang pada Jumat (22/2/2013) besok untuk mengetahui perkembangan kasus tersebut. Melalui gelar perkara ini, KPK akan menentukan apakah penyelidikan aliran dana Hambalang dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan atau tidak. Jika naik ke tahap penyidikan, itu artinya ada tersangka baru dalam kasus ini.

Terkait dengan kasus Hambalang, nama Anas kembali santer disebut setelah beredar dokumen semacam draf (sprindik) atas namanya. Dalam dokumen itu, Anas disebut sebagai tersangka atas dugaan menerima pemberian hadiah saat dia masih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Setelah melakukan penelusuran sekitar dua pekan, KPK menduga draf sprindik yang beredar melalui media itu merupakan dokumen asli terbitan KPK.

Menurut Nazaruddin, Anas menerima Toyota Harrier dari PT Adhi Karya, BUMN pemenang tender Hambalang. PT Adhi Karya, katanya, sudah mengeluarkan uang Rp 700 juta untuk pembelian mobil Harrier. “Kalau soal versi Hambalang, KPK sebenarnya datanya semua lengkap. Kalau dari PT Adhi Karya itu yang mengatur semua Teuku Bagus. Kalau dari Mas Anas, pelaksananya Mahfud. Sebenarnya semua sudah lengkap termasuk uang soal Harrier, itu sudah lengkap semua,” ungkapnya.

Informasi yang diperoleh Kompas menyebutkan, Anas diduga diberi mobil mewah Toyota Harrier oleh Nazaruddin pada 2009. KPK telah memperoleh bukti berupa cek pembelian mobil mewah tersebut sejak pertengahan tahun 2012. Keberadaan cek pembelian ini sempat tak diketahui.

Nazaruddin diketahui membeli Toyota Harrier di sebuah dealer mobil di Pecenongan, Jakarta Pusat, September 2009, seharga Rp 520 juta. Mobil itu kemudian diatasnamakan Anas dengan nomor polisi B 15 AUD.

Adapun Anas melalui pengacaranya, Firman Wijaya, mengaku sudah mengembalikan mobil itu kepada Nazaruddin. Atas permintaan Nazaruddin, menurut Firman, mobil itu dikembalikan dalam bentuk uang. Firman pun mengungkapkan, Nazaruddin mendapat untung Rp 105 juta karena Anas mengembalikan uang lebih dari harga mobil yang sebenarnya.  "Harga mobil tersebut Rp 670 juta, tapi Nazar menerima Rp 775 juta. Nazar mendapat lebih Rp 105 juta," ujarnya.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Proyek Hambalang

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kubu Prabowo-Gibran Minta Tak Ada Saling Sanggah saat Debat, Ganjar: Silakan Diatur

    Kubu Prabowo-Gibran Minta Tak Ada Saling Sanggah saat Debat, Ganjar: Silakan Diatur

    Nasional
    Kritik Kartu Prakerja, Cak Imin: Nonton YouTube Dibayar, Urgensinya Apa?

    Kritik Kartu Prakerja, Cak Imin: Nonton YouTube Dibayar, Urgensinya Apa?

    Nasional
    Bawaslu: Pasang Stiker dan Alat Peraga Kampanye di Rumah Harus Izin ke Pemilik

    Bawaslu: Pasang Stiker dan Alat Peraga Kampanye di Rumah Harus Izin ke Pemilik

    Nasional
    Bawaslu: Bagi Sembako Saat Kampanye Kategori Politik Uang, Bisa Dipidana

    Bawaslu: Bagi Sembako Saat Kampanye Kategori Politik Uang, Bisa Dipidana

    Nasional
    MUKP di Papua Selatan Naik, Kepala BKKBN Optimistis Angka Stunting Bisa Turun

    MUKP di Papua Selatan Naik, Kepala BKKBN Optimistis Angka Stunting Bisa Turun

    Nasional
    Anwar Usman Tak Hadiri Pelantikan Hakim MK Ridwan Mansyur di Istana

    Anwar Usman Tak Hadiri Pelantikan Hakim MK Ridwan Mansyur di Istana

    Nasional
    Di Malaysia, Mahfud Janjikan TKI Mendapat Perlakuan Hukum yang Layak Sesuai Aturan

    Di Malaysia, Mahfud Janjikan TKI Mendapat Perlakuan Hukum yang Layak Sesuai Aturan

    Nasional
    Ketua TPN Sebut Ganjar Rajin Blusukan seperti Jokowi, Bahkan Tidur di Rumah Rakyat

    Ketua TPN Sebut Ganjar Rajin Blusukan seperti Jokowi, Bahkan Tidur di Rumah Rakyat

    Nasional
    KSAU Pimpin Sertijab Pangkoopsudnas dan Dankodiklatau, Wanti-wanti Tantangan yang Makin Kompleks

    KSAU Pimpin Sertijab Pangkoopsudnas dan Dankodiklatau, Wanti-wanti Tantangan yang Makin Kompleks

    Nasional
    Mutasi Polri, Polisi yang Terseret Kasus Sambo Kembali Dapat Jabatan

    Mutasi Polri, Polisi yang Terseret Kasus Sambo Kembali Dapat Jabatan

    Nasional
    Ridwan Mansyur Resmi Jadi Hakim Konstitusi, Ini Susunan 9 Hakim MK Terbaru

    Ridwan Mansyur Resmi Jadi Hakim Konstitusi, Ini Susunan 9 Hakim MK Terbaru

    Nasional
    Profil Hakim MK Baru Ridwan Mansyur, Pernah Adili Pembunuh Munir

    Profil Hakim MK Baru Ridwan Mansyur, Pernah Adili Pembunuh Munir

    Nasional
    Polisi Sebut Tak Ada Luka Tusuk pada Tubuh 4 Anak yang Tewas di Jagakarsa

    Polisi Sebut Tak Ada Luka Tusuk pada Tubuh 4 Anak yang Tewas di Jagakarsa

    Nasional
    Dilantik Jokowi Jadi Kepala BNN, Marthinus Hukom Punya Harta Rp 16,8 Miliar

    Dilantik Jokowi Jadi Kepala BNN, Marthinus Hukom Punya Harta Rp 16,8 Miliar

    Nasional
    Di Malaysia, Mahfud Ajak WNI Gunakan Hak Pilih pada Pemilu 2024

    Di Malaysia, Mahfud Ajak WNI Gunakan Hak Pilih pada Pemilu 2024

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Lengkapi Profil
    Lengkapi Profil

    Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com