JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas mengungkapkan, pihaknya belum melakukan gelar perkara atau ekspose Hambalang terkait Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum karena penyidik belum siap. Hingga Selasa (19/2/2013) malam, kata Busyro, penyidik masih melakukan penyesuaian antara bukti yang ada dan keterangan para saksi.
"Hambalang itu belum ekspose karena bahannya dari penyidik belum rampung. Kalau dari penyidik belum rampung, ya belum bisa," ujar Busyro di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta (20/2/2013).
Dalam gelar perkara, KPK akan menentukan ada tidaknya tersangka baru dalam kasus Hambalang. Juru Bicara KPK Johan Budi pada pekan lalu mengungkapkan, bakal ada gelar perkara Hambalang pada pekan ini. Gelar perkara kasus Hambalang, menurut Johan, akan digelar pada hari Senin, Selasa, atau Rabu pekan ini.
Namun, menurut Busyro, pimpinan KPK tergantung pada kesiapan penyidik. Dia pun menegaskan KPK jalan terus dalam mengusut kasus dugaan korupsi Hambalang. Mengenai kapan ditetapkannya tersangka baru, Busyro mengatakan kalau KPK tidak bisa diburu-buru. Proses penegakan hukum di KPK, katanya, harus berhati-hati. "Tradisinya harus pruden, harus hati-hati. Kendalanya adalah kalau dikejar-kejar publik, padahal kami tidak boleh dikejar-kejar," ucap Busyro.
Belum adanya gelar perkara kasus Hambalang setidaknya memastikan status hukum Anas masih aman. Sejauh ini, Anas juga bukan merupakan saksi dalam kasus Hambalang. Mantan Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam ini memang pernah dimintai keterangan, tetapi saat itu penanganan kasus Hambalang masih dalam tahap penyelidikan. Tidak ada status hukum seseorang dalam hal dia dimintai keterangan pada penyelidikan di KPK.
Wakil Ketua KPK lainnya, Adnan Pandupraja, pada pekan lalu mengungkapkan, pengusutan indikasi dugaan penerimaan gratifikasi berupa Toyota Harrier oleh Anas sebenarnya sudah memenuhi unsur. Hanya, Adnan beranggapan kalau penerimaan Harrier itu terlalu kecil bagi KPK untuk menjadikan Anas sebagai tersangka.
Oleh karena itu, menurutnya, KPK tengah memperdalam indikasi keterlibatan Anas dalam kasus Hambalang tersebut. KPK, kata Adnan, akan mengaitkannya ke level tindak pidana yang lebih tinggi lagi. Menurut Busyro, ditemukannya unsur tindak pidana korupsi belum tentu dilengkapi alat bukti.
"Unsur dengan bukti kan beda," ujarnya.
Nama Anas kembali santer disebut dalam kasus Hambalang setelah beredar dokumen semacam surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas. Dalam dokumen itu, Anas disebut menjadi tersangka atas penerimaan hadiah saat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Namun, KPK membantah menetapkan Anas sebagai tersangka. Menurut Busyro, hingga hari ini, dokumen semacam prindik tersebut masih diteliti keabsahannya oleh pengawas internal KPK.
Informasi yang diperoleh Kompas menyebutkan, Anas diduga diberi mobil mewah Toyota Harrier oleh Nazaruddin pada 2009. KPK telah memperoleh bukti berupa cek pembelian mobil mewah tersebut sejak pertengahan tahun 2012. Cek pembelian ini sempat tak diketahui keberadaannya.
Nazaruddin diketahui membeli Toyota Harrier di sebuah dealer mobil di Pecenongan, Jakarta Pusat, September 2009, seharga Rp 520 juta. Mobil itu kemudian diatasnamakan Anas dengan nomor polisi B 15 AUD.
Adapun Anas melalui pengacaranya, Firman Wijaya, mengaku sudah mengembalikan mobil itu kepada Nazaruddin. Atas permintaan Nazaruddin, menurut Firman, mobil itu dikembalikan dalam bentuk uang. Firman pun mengungkapkan kalau Nazaruddin mendapat untung Rp 105 juta karena Anas mengembalikan uang lebih dari harga mobil yang sebenarnya.
"Harga mobil tersebut Rp 670 juta, tapi Nazar menerima Rp 775 juta. Nazar mendapat lebih Rp 105 juta," ujarnya.
Berita terkait dapat dibaca dalam topik:
Skandal Proyek Hambalang
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.