Jakarta, Kompas -
Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Agus sebagai saksi kasus dugaan korupsi proyek Hambalang dengan tersangka Andi Mallarangeng, Selasa (19/2). Seusai diperiksa KPK, Agus mengatakan, tanggung jawab penggunaan anggaran dalam proyek Hambalang sepenuhnya berada pada Menpora.
”Jadi, yang bertanggung jawab atas semua rencana pelaksanaan laporan pertanggungjawaban, bahkan ketika ingin menerbitkan surat perintah membayar pun, yang harus mengkaji formal dan materialnya adalah Kemenpora. Kalau sekarang Menpora menjadi tersangka, ya, kita doakan supaya beliau bisa menjelaskan semua dengan baik,” tutur Agus.
Soal persetujuan Kemkeu terkait perubahan proyek anggaran dari tahun tunggal ke tahun jamak, kata Agus, sama sekali tak terkait penganggaran. ”Kontrak
Agus mengatakan, inisiatif perubahan anggaran proyek Hambalang dari Rp 125 miliar menjadi Rp 2,5 triliun ada pada Kemenpora. Kemenpora lalu mendiskusikannya dengan Komisi X DPR. ”Saat itu, kondisi diskusinya belum melibatkan Menkeu. Namun, bahwa kemudian di Kemenpora ada oknum yang melakukan pembobolan anggaran, itu sekarang harus diusut,” katanya.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, Agus diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Menkeu. ”Kaitannya tentu proses anggaran dalam proyek Hambalang,” ujarnya. KPK ingin mengetahui perubahan kontrak proyek Hambalang, dari tahun tunggal menjadi tahun jamak.
Sampai kemarin, belum ada gelar perkara untuk menentukan tersangka baru kasus itu. KPK belum menyelesaikan penyelidikan internal terkait dugaan kebocoran dokumen draf surat perintah penyidikan Anas Urbaningrum. Kuasa hukum Anas pun mengklaim bahwa mobil Toyota Harrier yang pernah dimiliki kliennya bukanlah gratifikasi seperti dituduhkan Muhammad Nazaruddin. Mobil itu dimiliki Anas setelah membelinya dari Nazaruddin dengan cara mencicil.
Pengacara Anas, Firman Wijaya, mengatakan, Agustus 2009, Anas berbicara kepada Nazaruddin ihwal rencana pembelian mobil. Nazaruddin menawarkan menalanginya. ”Akhir Agustus 2009, Pak Anas Urbaningrum membayar uang muka dan cicilan sebesar Rp 200 juta kepada Nazaruddin,” kata Firman.
Pada akhir Mei 2010, setelah Kongres Partai Demokrat di Bandung, beredar informasi bahwa Harrier itu pemberian Nazaruddin. Anas lalu memutuskan mengembalikan mobil itu. ”Ini soal integritas. Informasi semacam itu akan menimbulkan stigma tertentu untuk beliau,” ujarnya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.